NOVA.id - Sudah enam bulan ini, kantung mata Abby terlihat lebih menghitam, wajahnya pun tidak seceria sebelum anaknya SFH (school from home).
Ibu yang juga guru SLB (Sekolah Luar Biasa) di sekolah swasta ini juga terlihat uring-uringan di rumah, terlebih saat membantu dua anak laki-lakinya belajar.
Yang satu kelas 4 SD, yang satunya kelas 1 SMP.
Baca Juga: Dampingi Belajar dari Rumah, Ibu Tak Boleh Ambil Alih Masalah Anak
“Aku pernah sebulan itu benar-benar pusing dan stres. Jadi, anak-anak enggak paham dengan gadget untuk membantu mereka mengerjakan tugas. Aku ajarin cara pakai Google Meet, Google Classroom, sampai Microsoft Word. Untungnya, aku ngerti dengan gadget itu,” jelas Abby.
Di sela membantu anak, perempuan berusia kepala tiga dan tinggal di Jakarta ini juga harus memberesi rumah dan menyiapkan tugas pekerjaannya sendiri.
Tak heran, Abby merasa semakin berat, apalagi kedua anaknya sering menanyai Abby di tengah dirinya sedang sibuk.
Baca Juga: Dampingi Anak Belajar dari Rumah, Ternyata Ibu Tak Harus Jadi Guru!
“Aku jadi enggak fokus, sebentar-sebentar anak minta link Google Classroom mereka. Aku ssebentar-sebentar cek kalender buat lihat jadwal. Gimana mereka nanti, ya,” curhat Abby.
Selama sibuk kerja dengan pekerjannya, Abby memang mengkhawatirkan kedua anaknya itu.
Ia khawatir keduanya enggak bisa menyelesaikan tugas yang akan berdampak ke nilai mereka.
Nah, Abby tak sendiri, Sahabat NOVA juga merasakan hal serupa.
Hal ini terlihat dari hasil survei yang kami adakan beberapa waktu lalu dengan tema Mendampingi Anak SFH.
Hasilnya, sebanyak 80 persen ibu-ibu merasa kesulitan mendampingi/menemani anak.
Saat ditanya penyebab kesulitannya, yang paling banyak muncul adalah ibu-ibu merasa sulit menjelaskan pelajaran ke anak (24%) dan merasa kesulitan meminta anak belajar (24%).
Nah, untuk mengatasi kesulitan itu, jawaban yang paling banyak adalah ibu menggunakan cara menjelaskan pelajaran berulang-ulang ke anak dan memilih bertanya pada guru.
Seperti juga Abby, para ibu ini merasa khawatir anak-anaknya tidak bisa mengikuti dan mengerti pelajarannya.
Baca Juga: Cara Tepat Kelola Emosi Anak agar Tak Bosan Belajar dari Rumah
Bagaimana kalau nanti nilainya jelek
Bagaimana kalau tidak naik kelas?
Bagaimana nanti setelah dia dewasa?
Baca Juga: Tips Bekerja dan Temani Anak Belajar dari Rumah Lebih Efektif
Kekhawatiran ini juga memicu ibu menuntut anak mencapai target, tapi lupa dengan masalah yang dihadapi anak sendiri.
Melihat hal ini, tak heran rasanya kalau ibu jadi uring-uringan selama menemani anak SFH, sebab ibu tak cuma mendampingi, tapi juga harus merasa perlu mengerti pelajaran anak.
Lalu, apa hanya itu saja yang membuat ibu stres selama anak SFH?
Lebih Emosional
Ternyata masih ada lagi masalah yang dialami ibu selama SFH.
Anita Chandra, psikolog anak RS Colombia Asia, mengungkapkan bahwa banyak ibu merasa harus memegang peran jadi guru di rumah untuk membantu anak.
Kata Anita, “Sebelum SFH, ibu sudah punya peran, baik itu ibu rumah tangga atau ibu pekerja.
Baca Juga: Ajaran Baru Masih Belajar dari Rumah, Haruskah Homeschooling Jadi Pilihan?
Nah, SFH ini membuat ibu jadi punya peran baru yakni menjadi guru di rumah untuk anak-anaknya.
Peran menjadi guru ini juga terasa lebih sulit saat kurikulum anak berbeda jauh dari kurikulum saat ibu masih sekolah dulu.
Alhasil, ibu jadi harus belajar kembali mata pelajaran si anak di tengah kesibukannya menjalani peran ibu rumah tangga/pekerja.
Baca Juga: Temani Anak Belajar dari Rumah, Kemampuan Ini Penting Kita Miliki
“Ibu jadi emosional, karena dia sudah pusing dengan urusan rumah ditambah sekolah anak. Banyak ibu mengeluh enggak paham, karena apa yang dia pelajarin dulu, beda dengan anaknya. Jadi, ibu sering marahmarah saat mendampingi si anak,” jelas Anita.
Amarah ibu inilah yang bisa meracuni anak selama di rumah.
Anita ungkap bila terus dilakukan, anak jadi merasa takut untuk belajar didampingi ibu.
Baca Juga: Diperpanjang, Begini Cerita Orang Tua Tentang Temani Anak Belajar dari Rumah
Apalagi, bila ibu secara tak sadar melampiaskan emosinya dengan kekerasan verbal atau fisik.
Kata Anita, “Ini yang bahaya. Kita harus hati-hati dengan emosi kita sendiri. Karena, melampiaskan emosi ke anak ini membuat hubungan anak dan orangtua jadi enggak sehat, dan anak jadi punya trauma sampai dewasa.”
Ada banyak dampak terhadap anak bila ibu sering memarahinya.
Baca Juga: Tahun Ajaran Baru 2020, Kita Masih Temani Anak Belajar dari Rumah
Bila kita sering membentak anak, anak pun akan jadi takut untuk membuat kesalahan sehingga dirinya jadi tidak percaya diri, dan merasa rendah.
Tak hanya itu, anak juga bisa menjadi pribadi terutup, bila sering dimarahi.
Amarah ibu yang berlebihan ke anak juga bisa menurun ke anak, anak jadi punya sifat pemarah sampai bisa memberontak ibu.
Baca Juga: Temani Anak Belajar dari Rumah, Orangtua Tak Menggantikan Guru
Efek ini pun akan dibawa si anak sampai dewasa, dan tidak menutup kemungkinan si anak akan melakukan hal serupa ke anaknya nanti.
Membandingkan Anak
Tapi, masalah ibu bukan cuma stres karena merasa harus jadi guru.
Ibu juga merasa bertanggung jawab dengan nilai anak selama SFH.
Sebab, kita merasa gagal bila anak tidak mampu menyelesaikan tugas dan masalah sekolah selama SFH.
“Selama di rumah, ibu jadi lihat gimana anak kesulitan selama ini untuk menyelesaikan tugasnya. Nah, inilah yang membuat ibu jadi merasa bertanggung jawab untuk membantu anak menyelesaikan masalah. Ekpektasi ibu itu dengan di rumah si anak harus lebih berprestasi,” jelas Anita.
Baca Juga: Belajar dari Rumah, Ini 4 Link untuk Live Streaming TVRI! Bisa Pakai Handphone Juga
Nah, ekspektasi inilah yang sering menjadi malapetaka buat si anak.
Sebab, secara tak sadar, ibu jadi lebih sering membandingbandingkan anak dengan teman kelasnya saat menerima tugas.
Tak hanya itu, ibu juga jadi lebih sering membantu anak untuk menyelesaikan masalahnya sehingga anak pun jadi kurang mandiri.
Baca Juga: Zenius dan Gojek Bersama Luncurkan Layanan Belajar Online Gratis!
Kata Anita, “Ibu jadi seperti mandor, terus pantau anak saat belajar. Ibu juga punya rasa kompetitif dengan anak lainnya. Dia lebih sering membandingkan anak dengan anak lainnya di kelas. Itu, kok, si A bisa, kamu enggak bisa. Kalau sudah gitu, suasana belajar jadi tidak menyenangkan.”
Nah, perilaku membandingkan anak ini nantinya bisa membuat kepribadian anak jadi bermasalah.
Anak akan tidak percaya diri, takut, cemas sampai depresi selama didampingi ibu, yang tentunya bisa terbawa sampai dewasa.
Baca Juga: Anak Tetap Semangat Belajar Bahasa Inggris Lewat EF Online Program
“Jadinya, si anak juga sering mengecilkan dirinya sendiri, dia akan merasa tidak pernah cukup untuk setiap pencapaian dalam hidupnya. Itulah mengapa saya selalu berpesan agar ibu lebih berhati-hati saat menemani anak SFH, karena efeknya bisa panjang,” jelas Anita.
Jadi, memang ini saatnya kita mencari solusi untuk membuat suasana mendampingi anak lebih nyaman dan menyenangkan.
Dapatkan pembahasan yang lebih lengkap dan mendalam di Tabloid NOVA.
Yuk, langsung langganan bebas repot di Grid Store.(*)
Penulis | : | Tentry Yudvi Dian Utami |
Editor | : | Widyastuti |
KOMENTAR