NOVA.id - Sudah mau tutup tahun, tapi kasus positif Covid-19 di Indonesia angkanya masih saja melambung.
Kita sendiri masih dianjurkan untuk melakukan 3M dan #ingatpesanibu untuk memakai masker, menjaga jarak dan menghindari kerumunan, serta mencuci tangan dengan sabun.
Seperti kita tahu, virus berbahaya ini menyerang paru-paru, saat terinfeksi masing-masing orang memiliki respon atau gejala yang berbeda, dari yang ringan, sedang, berat hingga kritis sampai memerlukan penanganan intensif.
Baca Juga: Setelah Sembuh Pasien Covid-19 Keluhkan Long Hauler, Apa Itu?
Secara umum, gejala Covid-19 adalah demam, batuk, sakit tenggorokan, kehilangan indra penciuman, hingga nyeri dada yang menimbulkan kesulitan bernapas.
Namun, kini ada lagi satu gejala yang bikin heboh warga dunia, yakni dideteksinya gejala delirium pada orang yang terkena Covid-19.
Apa itu? Bagaimana gejalanya?
Baca Juga: Mengenal Delirium, Kondisi Otak yang Disebut Gejala Baru Covid-19
Dalam istilah medis, delirium adalah gangguan neurokognitif.
Gangguan neurokognitif ini termasuk dalam gangguan fungsi mental.
Gangguan serius pada kemampuan mental ini bisa menyebabkan kebingungan dan kurangnya kesadaran akan lingkungan sekitar.
Baca Juga: 5 Mitos tentang Covid-19 Ini Ternyata Keliru, Jangan Dipercaya Lagi!
“Delirium adalah perubahan kognisi, dan perubahan kognisi adalah perubahan yang berkaitan dengan perilaku. Tanda-tandanya berkaitan dengan adanya defisit memori, mudah lupa, disorientasi tempat atau disorientasi waktu, gangguan berbahasa, dan gangguan cara berpikir pada pasien Covid-19. Tapi bedakan dengan demensia. Karena delirium ini sifatnya mendadak dan fluktuatif, kalau demensia progress yang menahun,” ujar dr. Adib Khumaidi, SpOT., Ketua Terpilih Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan Ketua Tim Mitigasi Pengurus Besar IDI.
Lantas, bagaimana Covid-19 bisa memicu delirium?
Delirium bisa secara langsung terjadi karena ada kerusakan, atau secara fisiologi disebabkan oleh adanya hipoksia.
Baca Juga: Seringkali Tidak Tunjukkan Gejala saat Terinfeksi, Anak-anak Berpotensi Jadi Carrier Virus Corona
View this post on Instagram
Hipoksia adalah suatu kondisi apabila jaringan yang ada di dalam tubuh kita kekurangan oksigen.
Apabila diukur, saturasi oksigen berada di bawah 95 persen atau PaO2 di bawah 80 mmHg.
“Jadi ada gangguan perfusi (pengaliran) oksigen ke otak yang terjadi karena hipoksia. Covid itu gangguan pada pernapasan, gangguan pada perfusi oksigen ke jaringan dan ke sel. Maka itu ada istilahnya happy hypoxia," ujar dr. Adib saat dihubungi NOVA.
Baca Juga: Apa yang Harus Dilakukan Jika Pernah Kontak Langsung dengan Orang Terinfeksi Covid-19?
"Nah, pada saat perfusi oksigen ke otak itu turun, ini yang kemudian mengakibatkan gangguan pada otak, sirkulasi darah di otak turun, kemudian memengaruhi sistem saraf pusat. Itulah yang kemudian memicu munculnya gangguan kognitif atau delirium tadi,” lanjutnya.
Maka itu, terus terapkan protokol kesehatan dalam aktivitas sehari-hari, apalagi bila kita harus beraktivitas di luar rumah.
Jangan sampai kita abai, karena bisa membahayakan keluarga kita di rumah.
Jadi, #IngatPesanIbu dan terapkan 3M yaitu memakai masker, menjaga jarak dan menghindari kerumunan, serta mencuci tangan dengan sabun, ya!
Dapatkan pembahasan yang lebih lengkap dan mendalam di Tabloid NOVA.
Yuk, langsung langganan bebas repot di Grid Store.(*)
Atlet New Balance Triyaningsih Berhasil Taklukan Kompetisi TCS New York City Marathon 2024
Penulis | : | Maria Ermilinda Hayon |
Editor | : | Widyastuti |
KOMENTAR