NOVA.id - Kemampuan untuk bereaksi secara emosional sudah ada sejak bayi baru lahir seperti menangis, tersenyum, dan frustasi.
Bahkan beberapa peneliti meyakini bahwa beberapa minggu setelah lahir, bayi dapat memperlihatkan bermacam-macam ekspresi dari semua emosi dasar, termasuk kebahagiaan, perhatian, keheranan, ketakutan, kemarahan, kesedihan, dan kebosanan sesuai dengan situasinya.
Anak-anak memiliki beragam perasaan selayaknya orang dewasa. Setiap anak juga memiliki karakteristik yang khas dan khusus yang dapat membedakan mereka dengan teman seusianya.
Baca Juga: Yuk Kenali dan Pahami Emosi Anak Berdasarkan Perkembangannya
Memiliki anak dengan kecerdasan emosional memang memerlukan tahapan dan waktu yang tidak sebentar.
Menurut Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Konsultan Psikiatri Anak & Remaja dr. Anggia Hapsari, Sp.KJ (K), l angkah pertama yang dapat dilakukan adalah dengan melatih anak mengelola emosinya.
Berikut ini beberapa langkah yang dapat dilakukan orang tua untuk membantu anak memiliki regulasi emosi:
Baca Juga: Saat Memuji Anak Tidak Boleh Lebay, Psikolog: Bisa Jadi Bahaya!
1. Kenali emosi atau perasaan diri (name the feeling).
2. Kenali emosi atau perasaan orang lain.
3. Hadir dan dengarkan perasaan anak.
4. Menanggapi dengan tepat apa yang menjadi kebutuhan anak.
Baca Juga: Latih Emosi Anak Sejak Dini dengan 8 Cara yang Bisa Ditiru Ini
5. Tidak bereaksi negatif saat anak rewel atau marah.
6. Be a role model jadi contoh bagi anak.
7. Senang bermain dengan anak dan tertarik dengan aktivitas anak.
8. Ajarkan teknik-teknik relaksasi (emotional toolbox).
Baca Juga: Biasakan Anak untuk Tidur Sendiri, 3 Manfaat Ini akan Dirasakan
View this post on Instagram
Namun demikian, terkadang anak-anak dapat mengalami emosi yang negatif, yang terkadang menjadi ledakan emosi.
Sebenarnya hal ini dianggap wajar. Namun, ledakan emosi pada anak harus diwaspadai apabila:
1. Tantrum dan ledakan (outbursts) terjadi pada tahapan usia perkembangan di mana seharusnya sudah tidak terjadi, yaitu di atas usia 7-8 tahun.
2. Perilaku anak sudah membahayakan dirinya atau orang lain.
Baca Juga: 5 Hal yang Perlu Dilakukan agar Anak Mau Belajar Akui Kesalahan
3. Perilaku anak menimbulkan masalah serius di sekolah.
4. Perilaku anak memengaruhi kemampuannya bersosialisasi dengan teman, sehingga anak dikucilkan oleh teman-temannya.
5. Tantrum dan perilaku anak telah membuat distress atau kesulitan dalam keseharian keluarga.
6. Saat anak merasa tidak mampu mengendalikan emosi marahnya dan merasa dirinya buruk.
Baca Juga: Dua Anaknya Positif Covid-19, Zaskia Adya Mecca Beberkan Kronologi
Ada beberapa faktor penyebab masalah emosi yang terjadi pada anak, antara lain, ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder), kecemasan atau anxiety, trauma, kesulitan belajar, gangguan pemrosesan sensori (sensory processing issues), spektrum autisme, sedikit mendapat kasih sayang dari keluarga maupun teman, hingga terlalu terikat dengan satu figur yang dominan
"Kepercayaan terhadap orangtua dan model figur yang mereka amati dalam keluarga berperan dalam membentuk kepercayaan diri anak," kata Anggia, yang kini berpraktik di RS Pondok Indah – Bintaro Jaya ini.
Hal tersebut (percaya diri) dapat membantu anak untuk meregulasi emosinya dan mendorongnya menjadi mandiri, serta berani mengambil risiko.
Baca Juga: Anti Ribet, Begini Tips Aman Berkendara dengan Mobil Bersama Si Kecil
Apabila si kecil memiliki karakter tersebut, maka diharapkan anak dapat berperilaku tepat dalam lingkungan sosialnya dan terhindar dari masalah penyesuaian diri dalam hidupnya.
Dapatkan pembahasan yang lebih lengkap dan mendalam di Tabloid NOVA.
Yuk, langsung langganan bebas repot di Grid Store.(*)
Atlet New Balance Triyaningsih Berhasil Taklukan Kompetisi TCS New York City Marathon 2024
Penulis | : | Dinni Kamilani |
Editor | : | Widyastuti |
KOMENTAR