NOVA.id - Tulisan Konsultasi Psikologi ini merupakan surat kiriman pembaca NOVA yang dijawab oleh psikolog Rieny Hassan.
Di acara keluarga, selalu ada yang bicara buruk tentang anakku. Tidak lakulah, anak angkatlah, bikin aku kesal! Aku harus bagaimana?
TANYA
Salam sejahtera, Bu Rieny,
Saya punya tiga anak perempuan dan dua di antaranya sudah menikah. Nafkah keluarga kami adalah dari toko material bangunan yang saya dan suami jalankan bersama sejak kami masih muda.
Alhamdulillah tokonya masih bisa eksis sampai sekarang. Tapi karena suami mulai sering sakit karena sudah sepuh, kami minta si sulung untuk mengendalikan toko.
Anak bungsu kami sudah menikah, mendahului kakak dan anak tengah, karena pacarnya mendapat beasiswa untuk kuliah di luar negeri dan cukup untuk mereka berdua.
Sekarang si bungsu ini hamil besar, kemungkinan saya akan ke sana saat ia melahirkan. Sendirian di negeri orang, kasihan juga.
Anak bungsu saya ini mandiri, sama seperti kakak tengahnya. Bedanya, anak tengah saya—sebut saja Heti—memang sejak kecil tomboi. Tapi kalau memang belum ada jodohnya, bagaimana lagi ya, Bu Rieny?
Pacar terakhirnya kalau tidak salah dia putuskan karena seperti memaksa Heti join dalam bisnisnya dengan memakai uang dari toko. Tapi dia menyuruh Heti tidak bilang kepada saya.
Ini, kan, namanya mengajari anak saya jadi maling,…
Baca Juga: Konsultasi Psikologi: Saat Aku Hamil, Suamiku Akui Perselingkuhannya
Ini, kan, namanya mengajari anak saya jadi maling, ya, Bu?
Heti ini anaknya berani, Bu. Sekolahnya memang tidak setinggi dua saudarinya, tapi keahliannya banyak.
Urusan antar barang, belanja ke distributor, juga mengantar saya belanja atau papanya ke dokter, semua dia lakukan.
Menyupir mobil dengan bak terbuka untuk mengantar material bangunan juga dia oke saja kalau diperlukan.
Dia dan kakaknya sudah pernah bicara serius bahwa dia memang tidak terlalu cocok jadi bos yang duduk mengawasi toko.
Makanya Heti memilih menjadi orang yang ngidar-ngider (berkeliling ke sana-ke mari, RH.) seperti sekarang ini.
Ketiga anak saya tak ada yang menyusahkan, mereka juga akur bertiga walaupun sifatnya berbeda.
Yang membuat saya makin sering sedih, cemas, dan tak nyaman berada di acara bersama keluarga besar adalah “mulut jahil” mereka. Selalu saja orang-orang bicara tidak bagus tentang Heti.
Mulai dari telat kawin, tidak laku, sampai yang terparah, mereka menuduh dia anak angkat, hanya karena dia tidak mirip saya dan suami.
Yang bikin saya dan kakaknya Heti tambah kesal, kadang mereka ini membicarakannya tanpa malu-malu di depan kami.
Enggak paham saya, Bu,…
Baca Juga: Konsultasi Psikologi: Aku Menagih Utang ke Suami Seperti Pengemis
Enggak paham saya, Bu, mereka ini maunya apa. Apa karena kesal tidak dipekerjakan di toko, ya?
Tapi dulu, saya pernah pekerjakan keponakan saudara sepupu, nyatanya malah mangkir terus, malas, dan tidak disiplin. Ini, kan, bisnis ya, Bu Rieny, tidak bisa saya pertahankan orang-orang seperti ini.
Bu, saya ingin Heti tidak mudah patah arang kalau akhirnya mendengar omongan-omongan tidak sehat ini.
Sampai saya menulis ini, memang tak ada hal negatif terjadi pada Heti. Tetapi saya ingin agar dia tetap tegar, tidak minder, dan kalau suatu saat terjadi ribut besar, Heti bisa tenang dan tidak terpuruk.
Sebagai mama-nya, saya harus bagaimana, ya, Bu? Terima kasih.
Djuha – di kota X
JAWAB
Ibu Djuha yang baik,
Mengapa, kok, Anda seakan meramalkan bahwa akan terjadi ribut besar? Bukankah sesuatu yang terus menerus kita hadirkan dalam pikiran kita, akan mewujud jadi kenyataan?
Dari cerita Bu Djuha, saya tidak melihat bahwa Heti berada dalam kondisi sedih atau khawatir karena tak kunjung dapat jodoh.
Ketika hidup ini kita isi…
Baca Juga: Konsultasi Psikologi: Suamiku Suka Trolling, Memancing Kemarahan Orang
Ketika hidup ini kita isi dengan aktivitas positif yang membuat kita jadi pribadi yang positif juga, rasanya akan “kurang waktu”, lho, untuk bersibuk-sibuk dengan apa yang tidak atau belum kita miliki.
Jangan-Jangan Anda pun Khawatir
Saya, kok, menduga bahwa di dasar hati, Anda juga punya kekhawatiran tentang status perkawinan Heti.
Sehingga ketika ada suara-suara sumbang dari kerabat, Anda seperti memperoleh penguatan bahwa Heti perlu disegerakan menikah agar tak jadi bahan gosip lagi, tidak dianggap tidak laku. Memangnya Heti barang dagangan?
Walaupun saudara kandung, pasti Bu Djuha sudah melihat, masing-masing anak punya jalannya sendiri.
Menurut saya, menjadikan Heti tegar, adalah hal yang positif. Jadi bagus bila Anda banyak-banyak berinteraksi dengan dia, menunjukkan bahwa orang tua dan kakak-adiknya sayang padanya.
Hindari Membagi Kecemasan
Berinteraksilah dengan penuh kehangatan dan penerimaan, sebisa mungkin hindari membagi kecemasan Anda tentang omongan lingkungan tentang dirinya.
Bila ini dibarengi dengan sibuknya Heti membangun bisnis keluarga dengan cara yang ia sukai, Heti dengan sendirinya akan memupuk rasa percaya diri yang sehat.
Apa tanda-tandanya?
Orang yang pede, akan fokus pada…
Baca Juga: Tanya Jawab Psikologi NOVA: Apa Saja Dampak Perceraian pada Anak?
Orang yang pede, akan fokus pada apa-apa yang membuat ia merasa dirinya berharga, yaitu dengan menjadikan dirinya bermanfaat untuk orang tua, saudara kandung, kelak keponakan-keponakannya.
Nah, bila Anda cemas bahwa Heti akan jadi minder karena belum menikah, ini akan sampai ke Heti, karena eratnya hubungan ibu-anak.
Singgung Soal Pernikahan Sehat
Jangan lupa juga untuk menyinggung tentang apa yang bisa perempuan harapkan dari sebuah pernikahan yang “sehat”. Menjadi bahagia, peluang untuk punya anak, akan jadi pengalaman luar biasa.
Berceritalah bagaimana Anda dan suami membangun keluarga, berbisnis bareng sehingga anak-anaknya bisa S1 dan S2.
Ini bukanlah paksaan bagi Heti untuk cepat-cepat nikah. Ini adalah sebuah cara untuk menanamkan di benak Heti bahwa pernikahan bisa menjadi sesuatu yang bernilai positif bila kita bisa membawakan peran sebagai istri dengan positif juga.
Beda, ya, Bu Djuha, dengan gaya di mana tiap ada kesempatan Anda mengatakan, ”Mama, kan, sudah tua, kapan ya Heti bisa kasih mama cucu?” Ini hanya akan membuatnya merasa bersalah.
Bela Anak
Setelah menguatkan Heti dengan mendukung kegiatan yang membuatnya merasa nyaman tadi, bersama si kakak, bersikap lebih tegas-lah bila ada omongan miring tentang Heti.
Bela anak Anda, kalau perlu dengan kata-kata keras untuk menunjukkan ketidaksenangan Anda dan si kakak.
Tegas saja katakan...
Baca Juga: Konsultasi Psikologi: Lagi, Aku Lihat Ayah Bermesraan Masuk Apartemen
Tegas saja katakan untuk tidak perlu mengurusi Heti, karena dia sudah pandai mengurus dirinya sendiri.
Tentang dugaan Heti anak angkat? Kalau Bu Djuha memang melahirkannya, rugi amat sih, kok, terganggu oleh orang yang sirik?
Diamkan saja, yang penting dijaga adalah agar Heti tidak terpengaruh isu destruktif ini.
Jangan Cemaskan Apa yang Tidak Nyata
Bu Djuha, berhentilah untuk mencemaskan apa-apa yang saat ini tidak nyata ada di hadapan Ibu. Gunakan tiap kesempatan untuk membangun hubungan ibu-anak yang erat, terbuka, dan jujur.
Dengan begini, apa pun yang Heti rasakan, pasti akan dibaginya bersama bundanya, demikian pula Anda.
Jangan lupa untuk memuji kesigapannya mondar-mandir mengurus apa-apa yang selama ini memang diurusnya. Oke, Bu Djuha?
Sekali lagi, jangan habiskan energi Anda memikirkan apa-apa yang hanyalah merupakan kecemasan tak berdasar. Bahagiakan diri di alam nyata.
Hari ini, hari di mana Anda bernafas, beraktivitas, bicara pada suami dan anak-anak, lakukan hal-hal yang positif dan ada manfaatnya. Jauhkan pikiran dan bayangan kecemasan.
Insyaallah, Bu Djuha akan jadi “matahari” dalam keluarga Anda. Sumber dari kehangatan, keceriaan, dan kebahagiaan suami dan anak-anak. Salam sayang.(*)
(Bila Anda ingin berkonsultasi dengan psikolog Rieny Hassan, silakan kirimkan kisah Anda ke email nova@gridnetwork.id dan tuliskan “Konsultasi Psikologi” pada subjek email. Tuliskan juga nama–boleh nama samaran–dan kota domisili Anda.)
Penulis | : | Made Mardiani Kardha |
Editor | : | Made Mardiani Kardha |
KOMENTAR