Waktu menunjukkan pukul 12.00. Ketika membuka mata, aku seperti melihat Bunda Maria berdiri di hadapanku. Aku sempat merasa tidak yakin, apakah saat itu aku masih hidup atau sudah mati. Kalau sudah mati, mengapa justru Bunda Maria yang mendatangiku, bukan malaikat Izrail? Aku pun berusaha melafalkan dua kalimat syahadat dalam hati dan ternyata bisa. Setelah beberapa waktu, baru kusadari, yang kulihat adalah patung Bunda Maria yang tergantung di tembok ruanganku.
Ternyata mata kananku yang membuat pandanganku berantakan akibat rusaknya syaraf motorik di tubuh bagian kananku. Oleh sebab itu, mata kananku tidak bisa bergerak seirama dengan mata kiri. Akibatnya, penglihatanku jadi dobel.
Dua hari setelah terbangun dari koma, aku diterbangkan ke Jakarta. Beruntung aku punya banyak teman di RSCM, sehingga mereka bisa menyiapkan kamar. Aku langsung masuk ke paviliun Cendrawasih dan kemudian pindah ke paviliun Suparjo Rustam, unit khusus stroke. Awalnya, tekanan darahku lemah sekali. Saking lemahnya, dokter harus memasang infus langsung ke jantungku agar cairannya bisa lebih cepat masuk ke jantung. Dokter juga memasang selang makanan melalui tenggorokan karena aku tidak bisa mengunyah dan menelan.
Akibat stroke ini, aku jadi lebih sering menangis. Padahal, sebelumnya tidak pernah menangis, lo. Ketika papaku meninggal saja, aku tidak menangis sama sekali. Menurut dokterku, Freddy Sitorus, itu dampak dari stroke yang kualami. Katanya, ada dua jenis dampak stroke, yaitu post-stroke laughing dan post-stroke crying. Nah, aku mendapat dampak yang kedua. Tidak heran jika emosiku terganggu, aku akan sangat mudah menangis. Seperti saat aku menonton film Ayat-ayat Cinta. Ha ha ha.
Belasan hari di RSCM, jelas membuatku bosan dan ingin pulang. Tapi kata dokter Freddy, jika aku sudah bisa menyelipkan telunjuk kananku di antara dua jari, baru boleh pulang. Jadilah aku berlatih setiap hari. Aku harus bisa, pikirku. Setiap hari, selama berjam-jam, otakku memerintahkan jariku agar mau menekuk seperti yang dikatakan dokter, tapi tetap tidak bisa.
Baru di hari ke-13 aku mampu melakukannya. Dan sesuai janjinya, dokter mengizinkan aku pulang di hari ke-16.
Nazar Ngaji & Umrah
Senang sekali rasanya bisa berada di rumah lagi. Di dekat orang yang kusayangi, membuatku semakin gigih untuk sembuh. Saat itu aku belum bisa duduk. Buang air besar pun, harus ada yang memegangi agar aku tidak terjatuh. Dan supaya syaraf motorikku kembali normal, aku masih terus mengikuti terapi di Fatmawati. Terapi yang dilakukan sangat sederhana, hanya dengan mengurut tubuh agar syarafku terstimulir.
Dua minggu kemudian, aku belajar berdiri. Baru beberapa detik, badanku sudah tidak kuat. Aku juga pernah terjatuh saat sedang sujud saat salat. Ketika merasa tidak mampu itulah aku berpikir, apakah ini balasan Tuhan atas semua kelakuan burukku di masa lampau? Kehidupanku sebelumnya memang sungguh hancur berantakan. Tak perlulah aku menceritakannya. Jika sudah begitu, istriku membesarkan hatiku. Dengan lembut ia akan berkata, "Bukannya tidak bisa, tapi belum bisa. Tidak bisa itu sudah titik, kalau belum bisa masih koma. Masih ada harapan."
Aku pun menjadi lebih sering berbicara kepada Allah, khususnya di saat salat. "Kalau seandainya aku masih berguna, tolong sembuhkan aku, ya Allah. Tapi jika tidak, aku pasrah Engkau mengambil nyawaku." Sebulan kemudian, Allah mengizinkan aku berdiri lagi. Saat itulah aku bernazar, jika bisa berjalan nanti, aku akan berlajar mengaji di kampung papaku, Padang Sidempuan, dan umrah bersama istriku.
Allah mengabulkan doaku. Aku menganggap kesembuhanku ini sebagai kehidupan keduaku. Makanya aku ingin menjalaninya dengan penuh pengabdian kepada-Nya. Awal Juli 2008, kuajak istriku umrah setelah dua bulan sebelumnya aku bersama Mama dan seorang keponakanku ke Padang Sidempuan menyelesaikan nazarku untuk belajar membaca Alquran.
Ahamdulillah, meski jalanku masih sedikit pincang, Allah juga tetap memberiku pekerjaan. Setelah proyekku di Padang selesai, aku menerima proyek baru di daerah Cirebon, Jawa Barat. Hingga saat ini, aku juga masih sering diminta menjadi motivator untuk para penderita stroke di RSCM.
Yang jelas, aku tidak mau sakit lagi. Dengan penuh semangat, kuikuti semua nasehat dokter. Kata dokter, aku harus sering minum jus buah (jus tomat dan pepaya paling bagus) dan tidak boleh lagi mengonsumsi durian, jeroan, daging merah, kangkung, dan bayam untuk mencegah asam uratku kambuh. Dan yang paling penting, aku tidak boleh terlalu emosi! Ha ha ha.
Ester Sondang
KOMENTAR