"Tidak Ada Main Uang!"
Bak bola salju yang terus menggelinding dan makin membesar, kasus Prita pastinya membuat Omni International Hospital Tangerang merasa semakin tersudut. Mungkin karena itu pula, mereka akhirnya menggelar jumpa pers, Rabu (3/6).
Intinya, pemberitaan Prita tidak benar dan tidak berdasarkan hukum karena nyatanya terbukti tidak ada unsur penipuan yang dilakukan Omni. RS ini juga membantah adanya malpraktik yang dilakukan Hengki maupun Grace. Email Prita dianggap telah merugikan dan mencemarkan nama baik Omni dan kedua dokter itu. "Banyak mitra RS yang tadinya mau bekerjasama, jadi membatalkan. Banyak juga yang membatalkan jadi pasien dr. Hengki. Ini jelas merugikan," ujar Risma Situmorang, SH, kuasa hukum Omni saat dihubungi (Jumat, 5/6).
Sejak awal, kata Risma, sebetulnya Prita sudah membuat surat komplain yang ditujukan dan diterima pihak Omni. Itu sebabnya, pihaknya tak tahu apa motivasi Prita mengirim email dengan isi yang dinilai mencemarkan nama baik itu. Antara lain, menurut Risma, adalah pernyataan Prita dalam email yang meminta pembacanya berhati-hati terhadap Hengki. "Ini seperti memprovokasi pasien lain," ujar Risma. Selain itu, pernyataan manajemen Omni pembohong dan memberi suntikan serta obat tanpa izin pasien. "Padahal, saat pertama kali masuk UGD, dia sudah menandatangani surat persetujuan dirawat yang isinya antara lain pasien setuju untuk dilakukan tindakan medis."
Risma juga menekankan kembali, pintu damai tetap dibuka, asal Prita menyadari kekeliruannya. "Tidak perlulah minta maaf. Paling tidak, ia mengatakan khilaf atau terlalu terbawa emosi. Jika begitu, perkara perdata bisa kami cabut."
Benarkah ada "permainan" antara pihak Omni dan jaksa penuntut umum sehingga menyebabkan Prita ditahan seperti banyak diduga orang? "Kami hanya menjalankan sesuai prosedur dan berusaha profesional. Tidak ada main belakang atau uang," tandasnya.
Pasal "Pembawa Sial"
Email curhat soal Omni yang dikirim Prita ke teman-temannya, menyebar di dunia maya tanpa bisa dicegah. Prita sendiri kaget sewaktu membaca email-nya dimuat di surat pembaca dua harian nasional. "Saya tak pernah mengirim ke sana. Hanya ke teman-teman pribadi. Tujuannya juga hanya untuk curhat, sama sekali tidak bermaksud mencemarkan nama baik Omni," kata Prita.
Apa mau dikata, pihak Omni merasa dirugikan dan karena merasa tak digubris, menggugat Prita secara perdata dan pidana atas perbuatan pencemaran nama baik terhadap RS dan dua dokter di situ. Omni menuntut ganti rugi Rp 700 miliar dan surat permintaan maaf di media nasional.
Pada sidang yang diputus 11 Mei lalu itu, perempuan yang bekerja di bagian call centre sebuah bank swasta ini dinyatakan kalah dan harus membayar Rp 364 juta serta membuat pernyataan maaf di dua harian nasional. Pengacara Prita, Syamsu Anwar, SH, menyatakan akan naik banding.
Celakanya, untuk urusan pidana karena pencemaran nama baik, saat dilimpahkan ke Kejaksaan, ada tambahan pasal yang dikenakan pada Prita, yaitu pasal 45 ayat 2 jo pasal 27 ayat 3 UU ITE (Informasi dan Transaksi Eletronik) No. 11 Tahun 2008. Tambahan pasal dengan ancaman hukuman maksimal enam tahun inilah yang membuat Prita ditahan dan akhirnya jadi bahan pemberitaan.
Hasuna Daylailatu
KOMENTAR