Pesawat roket itu kemudian mencapai ketinggian 50.000 kaki, mendekati batas laut sepanjang 10 mil (16 km). Kedua pilot, kata Dr. Siebold, juga sama-sama memakai masker oksigen dan terpancang kuat di masing-masing kursinya. Namun tiba-tiba ledakan terjadi.
Tim investigasi menduga, pesawat roket mengalami gangguan awal pada sayapnya, di mana bagian sayapnya itu didesain untuk bergerak lambat saat pesawat bersiap dan perlahan turun mendekati bumi. Bisa jadi akibat kecepatan yang digunakan tak sesuai, sehingga hal itu membuat tubuh pesawat terguncang hebat dan mengalami crash di udara.
Seorang saksi mata yang hari itu berada di dekat lokasi kecelakaan mengatakan, melihat Peter terjatuh ke bumi lengkap dengan kursi pilot yang didudukinya, dengan seatbelt yang terikat kencang. Bahkan masker oksigen masih menempel di wajah, dan tabung oksigen pun tersimpan di tempatnya.
Tepat di saat Peter mengaku kehilangan kesadaran selama beberapa detik saat ledakan itu terjadi, tampaknya parasut darurat yang menempel di punggungnya mulai terbuka pada ketinggian sekitar 20.000 kaki. Belum diketahui apakah Peter sengaja menarik tombol otomatis yang dapat membentangkan parasutnya saat itu atau tidak.
Namun yang pasti, kedua pilot di pesawat itu telah dilengkapi parasut darurat yang sama. Parasut itu sebenarnya dapat membuka secara otomatis ketika pilot dalam keadaan tidak sadar sekalipun pada ketinggian tertentu di atas udara.
Dr Siebold menjelaskan, "Tampaknya Mike tidak tahu bagaimana caranya keluar dari SpaceShipTwo. Keduanya tidak dilengkapi kursi pilot yang bisa terlepas otomatis. Namun begitu, terdapat panel yang bisa membuat kursi mereka bergerak menuju lubang keluar pesawat, kemudian melompat ke luar. Namun tampaknya pesawat sudah keburu meledak. Saya yakin, Mike sudah kehilangan kesadaran saat terjadi ledakan sehingga tak mampu lagi mengatasi keadaan di ketinggian 50.000 kaki."
"Seperti halnya anak saya, dia pun pasti agak sulit mengingat apa yang terjadi sesaat setelah ledakan terjadi. Saya kira, dia juga baru tersadar sambil melambaikan tangan dan mengangkat dua jempolnya ketika parasut daruratnya sudah terbentang menyelamatkannya," imbuh Dr Siebold.
Saat ini, lanjut Dr Siebold, "Peter masih dalam masa penyembuhan di rumah. Kepalanya terbentur keras dan tulang bahu kanannya patah. Tulang iganya pun ada yang patah, dan sempat menusuk paru-parunya. Bahkan saat ini matanya mengalami gangguan akibat terkena suhu sangat dingin di angkasa. Di atas sana, kan, suhunya bisa mencapai minus 60 derajat Celsius."
Sebagai ayah, Dr Siebold mengaku sangat bersyukur putranya masih bisa hidup, kendati ia sempat tak percaya. "Sangat ajaib ketika tahu anak saya bisa bertahan hidup ketika harus berada di ketinggian puluhan ribu kaki dengan temperatur yang sangat rendah, tidak cukup oksigen, dan mengalami tekanan suhu yang luar biasa."
Sementara itu istri Peter, Traci, dan kedua anak mereka, Alexandra (12) dan Nick (9), saat ini bersama-sama memberikan dukungan mereka kepada keluarga Mike yang tewas pada kecelakaan pesawat itu.
Intan Y. Septiani/The Daily Mail
FOTO: THE DAILY MAIL
KOMENTAR