Menurut Jayus, ia kenal Yuki tahun 2008 silam. Kala itu, dimintai tolong seseorang untuk mengurus soal utang-piutang yang melibatkan Yuki. Saat itu, "Yuki menyewa rumah plus lahan seluas 1.000 meter milik seorang warga di Kodya Tangerang. Tempat itu dijadikan tempat usaha seperti ini yaitu pembuatan peralatan logam seperti wajan dan panci."
Namun, menurut Jayus, Yuki bukan sosok pengusaha yang baik. Hampir setahun, Yuki tidak membayar sewa rumah. "Nah, pemilik rumah itu minta tolong saya yang saat itu aktif di LSM Mitra Patria Indonesia, untuk mengurus tagihan yang enggak dibayarkan."
Sebenarnya, Jayus mengaku ingin menyelesaikan masalah ini dengan baik. Ia pun mencoba menemui Yuki untuk melakukan penagihan. "Tapi, Yuki bandel tetap tidak mau membayar. Bahkan, saya dihalang-halangi beberapa preman yang disewa Yuki. Saya tiga kali ke sana, tapi tetap tidak ada tanggapan."
Mengetahui usaha Yuki itu, Jayus mengaku prihatin. "Kala itu keprihatinan saya adalah cara kerja usahanya. Ia, kan, melakukan pembakaran foil yang mencemari lingkungan. Meski begitu, saya belum tahu apa yang terjadi dengan karyawannya. Nah, karena terus saya uber dan dia memang tidak berniat untuk membayar, sekitar tahun 2010, Yuki memindahkan usahanya ke Desa Lebak Wangi ini."
Jayus pun mengaku mencoba menemui Yuki di tempat usahanya sekarang. Lagi-lagi, upayanya menemui kegagalan. Lagi-lagi, Jayus mengaku dihalang-halangangi pengawal Yuki. "Bahkan, ada beberapa aparat penegak hukum. Rupanya dia punya backing. Sebenarnya saya mau lapor polisi, tapi rasanya sia-sia," kata Jayus yang mengaku saat itu tak bisa lagi mendekati Yuki. "Dia modelnya kayak juragan zaman Belanda yang punya banyak centeng."
Sikap main kotor Yuki itulah yang membuat Jayus mengaku tak kaget ketika mendengar kabar terkuaknya kasus perbudakan. "Dia sengaja merekrut karyawan yang pendidikannya rendah. Dengan demikian, karyawannya itu mudah ditakut-takuti dan diintimidasi. Mudah-mudahan kasus ini berhasil dituntaskan petugas," harap Jayus.
Henry
KOMENTAR