Padahal, kariernya di dunia seni peran dirintis secara tak sengaja. Bertekad untuk sukses di Ibukota, Jaitov meninggalkan kampung halamannya, Balikpapan, Kalimantan Timur. Ikuti cerita Jaitov soal perjuangannya dari nol hingga meraih sukses.
Kenapa memutuskan merantau ke Jakarta?
Saat masih di Kalimantan dulu, saya badung banget. Saking badungnya, saya sering enggak dianggap "ada" sama orang-orang. Saya cuek aja, suka tidur di pinggir jalan dan pulang pagi. Tapi saya yakin, dunia pasti berputar.
Modal nekat, tahun 90 saya ke Jakarta. Waktu itu masih umur 22 tahun. Kebetulan saya punya kenalan yang kasih pekerjaan sebagai bodyguard di kafe. Pekerjaannya hanya nemenin orang saja. Mungkin karena tampang saya sangar, ya? Ha..ha.. Terkadang cuma diminta nemenin duduk, makan, minum, dan dibayar pula. Siapa yang enggak mau, kan?
Lumayan lama juga saya jadi bodyguard. Hampir 13 tahun. Setelah itu, baru saya serius menekuni olahraga binaraga dan body building.
Sejak kapan benar-benar menyukai binaraga?
Sejak di Kalimantan memang sudah tertarik dengan urusan bentuk-membentuk badan. Apalagi, dulu kalau lihat film-filmnya Sylvester Stallone, jadi tambah ingin punya badan besar. Tapi dulu, kan , fasilitasnya terbatas. Begitu sampai Jakarta, baru tahu kalau alat-alat untuk body building itu banyak.
Setelah berhenti jadi bodyguard, tahun 94 saya membantu teman mengelola pusat kebugaran milik pemerintah. Awalnya cuma jadi instruktur biasa. Lalu saya bisa kenal Ade Rai, yang saat itu sedang jaya-jayanya dan baru pulang dari Amerika. Kami banyak ngobrol dan diskusi. Saya jadi jatuh cinta dengan binaraga. Ya, sudah, saya jalani serius, rutin latihan, dan ikut berbagai kejuaraan. Puncaknya, saya pernah meraih juara dua (medali perak) di PON Surabaya tahun 1997.
(Tak hanya sukses membentuk otot-otot di tubuhnyan dan mengukir prestasi di binaraga, dunia macho ini pulalah yang mengantarkan Jaitov ke dunia seni peran dan bertemu dengan pujaan hatinya, Selly Gunawan, di salah satu tempat fitness. Selly yang berasal dari Gorontalo bekerja sebagai Building Supervisor Plaza Kemang, Jakarta. Mereka menikah pada 3 April 1998 dan telah dianugerahi seorang putri, Anna Bella Matovany (9) atau Abel)
Lalu, kok, malah ke dunia akting?
Ketika masih jadi pelatih, saya bertemu Indra Bruggman. Kebetulan saya jadi instruktur fitness-nya. Setelah kenal, Indra menawari saya coba-coba ikut main film layar lebar. Saya mau dan enggak berapa lama dihubungi seseorang dari sebuah rumah produksi.
Pertama kali, saya main di film layar lebar Gairah Malam 3 dan dapat peran jadi pemerkosa. Tapi tetap saya jalani, sampai kemudian dapat peran pembantu di sinetron Cinta Pertama. Waktu itu perannya jadi anak kuliahan. Lumayanlah, agak bagusan daripada pemerkosa ha...ha...Sejak saat itu, tawaran mulai banyak untuk sinetron, film layar lebar sampai iklan.
Kisah sampai dapat peran Tigor?
Pertengahan tahun 2007, saya sedang di Bali menghadiri sebuah kejuaraan binaraga ketika dapat telepon dan langsung diminta berangkat ke Jakarta, karena saat itu tim SSTI kesulitan menemukan karakter Tigor yang pas. Katanya, sih, sudah 3 bulan mencari, tapi belum ketemu juga.
Ada beberapa calon berbadan besar, tapi karakternya enggak pas. Saat datang ke lokasi kasting, badan saya masih item, hanya pakai celana pendek dan sepatu olahraga. Setelah bertemu sutradaranya, saya langsung disodori dialog karakter Tigor. Saya baca skenarionya ngaco, tadinya mau berlogat Batak, malah lari ke logat Ambon. Tapi akhirnya sutradara melihat sayalah yang paling layak jadi Tigor.
Belajar logat Medan dari siapa?
Banyak ngobrol saja dengan orang Batak. Kebetulan, di lokasi juga ada petugas satpam asal Medan, jadi bisa sekaligus belajar logat Medan. Karakter Tigor itu pakai logat Medan dan agak preman, bukan Melayu. Jadi, harus banyak bergaul dengan orang-orang Medan.
Di SSTI, setelah 10 episode baru benar-benar dapat logatnya, blo'onnya, intonasi suaranya. Belum lagi harus menyesuaikan dengan karakter Welas.
Saat bertemu Welas lebih kaget lagi, saya sempat mengira dia dapat peran tukang jamu. Soalnya, dia, kan, model yang cantik, tapi dibikin semrawut kayak gitu. Ternyata dia yang jadi bini saya. Wah, lucu, deh, pokoknya.
Yang paling sulit sebenarnya bukan belajar logat Medan, tapi saat harus beradegan menangis. Ceritanya, saya sedang mencari Welas, diam di kursi, pandangan kosong, dan harus mengeluarkan air mata tanpa bantuan, sambil memanggil nama Welas. Akhirnya saya coba duduk tenang, mengingat masa lalu, zaman susah dulu. Ternyata sukses! Saya bisa menangis betulan hanya untuk satu kali pengambilan gambar saja.
( Setelah sukses dengan perannya sebagai Tigor, Jaitov seperti kehilangan identitas aslinya. Kini, ke mana pun ia pergi, semua orang menyapanya dengan panggilan Tigor).
Keberatan orang-orang lebih mengenal Tigor daripada Jaitov?
Enggak juga. Saya terima saja kalaupun nama saya jadi hilang. Mau di tempat parkir, gerbang tol, di mana-mana semua memanggil Tigor. Ya, biarkan saja. Selama masih berniat baik dan enggak macam-macam, tidak apa-apa. Mungkin memang hoki saya ada di nama Tigor.
Waktu di Bali, saya pernah bertemu beberapa orang dan ada yang menyapa, "Bang Tigor, apa kabar? Di Medan tinggal di mana, Bang?" Wah, saya langsung bingung mau menjawab apa. Yang bertanya juga ikut bingung, karena dia baru tahu kalau saya asli Kalimantan.
Pernah juga di bandara, saat mau pulang ke Balikpapan, ada yang mengenali dan menyapa, "Eh, Bang Tigor, mau pulang ke Medan, ya?" Wah, saya terpaksa harus menjelaskan yang sebenarnya. Lucunya, kalau sedang ada di Balikpapan, orang justru bilang sebaliknya, "Bang Tigor, ngapain kau di sini? Bukannya kampungmu di Medan?" Ha...ha...
Akrab sekali, ya, dengan Welas, sampai ada adegan gendong-gendongan. Istri tidak cemburu?
Saya dan Asri (pemeran Welas) sudah seperti kakak-adik. Namanya satu pekerjaan, harus saling mendukung. Sampai sekarang, banyak orang menyangka, Asri itu istri saya. Mungkin saking cocoknya, ya? Istri saya sudah kenal Asri, tapi enggak pernah complain karena dia tahu itu pekerjaan saya.
Yang sering protes malah anak saya, Abel. Dia bilang, "Mama, enggak cemburu lihat Papa sama cewek lain?" Tapi saya dan istri menjelaskan, itu cuma pekerjaan dan saya tetap sayang mamanya. Aslinya, saya juga enggak takut istri, hanya menghargai. Saya sayang keluarga dan paling enggak tahan melihat istri menangis. Jadi, saya enggak mau mengecewakan istri dan anak. Mereka adalah yang terpenting bagi saya.
Setelah sukses dengan SSTI, banyak perubahan, dong?
Sekarang saya senang banget. Saya juga enggak pernah menyangka akhirnya bisa seperti ini. Nasib orang siapa yang tahu, kan? Dulu kita pontang-panting, sekarang saya cuma bisa bersyukur dan itu semua rezeki dari Tuhan. Walaupun bayarannya kecil, tapi, kan, pajang. Jadi, lumayanlah.
Ada rencana ke depan mau buka rumah makan atau fitness centre di Kalimantan. Yang sukses sekarang, kan, enggak bakal berlangsung lama. Jadi, sekarang tahapnya untuk menabung menyiapkan modal. Kalau sekarang ini sudah bisa menyicil rumah, beli mobil, ya, lumayan. Itu hasil keringat dan perjuangan saya selama bertahun-tahun.
(Hingga kini, dari total 520 episode SSTI, Jaitov baru melakoni separuhnya. Namun, rasa syukur selalu terlontar dari mulut pria kelahiran 14 desember 1968 ini).
Apa yang paling disyukuri saat ini?
Menurut saya, semua ini terjadi pas pada waktunya. Tidak banyak aktor seusia saya yang tetap bisa eksis. Apalagi sekarang, kan, tren-nya untuk bintang ABG dan artis baru semua. Saya jadi sangat bersyukur masih dipakai dan orang masih suka.
Tadinya saya enggak bisa begini-begitu, sekarang kayaknya semua bisa. Itu rezeki namanya. Saya juga beruntung bisa sukses di usia sekarang. Kalau masih muda, kan, masih menggebu-gebu, pasti ingin beli ini-itu. Syukurlah, sekarang pemikiran dan usia saya sudah makin matang,. Dulu sudah pernah merasakan badungnya, giliran sekarang dikasih rezeki, enggak akan saya salah gunakan. Semuanya benar-benar tepat waktu.
Apa kegiatan di luar syuting kejar tayang?
Kalau sedang libur syuting, anak saya suka minta dijemput di sekolah. Lucunya, setiap kali sampai di sekolahnya, semua teman-temannya memanggil saya, "Bang Tigor..Bang Tigor..!!" Wah, dia bangga punya bapak dikenal banyak orang dan dia mau kasih lihat ke banyak orang, Bang Tigor itu bapaknya.
Dalam hati saya bersyukur bisa membuat anak bangga pada saya. Selain itu, tiga kali seminggu saya masih rajin nge-gym. Sekarang badan masih okelah, masih ada sisa-sisa kejayaan masa lalu. Sesekali saya juga pergi dugem sama teman-teman karena suka musik. Itu pun atas sepengetahuan istri. Saya dikasih kepercayaan sama istri dan saya menghargai itu.
Yetta Angelina
Foto: Ahmad Fadilah, Dok. Multivison, Pribadi
KOMENTAR