TabloidNova.com - Perkembangan industri mode, khususnya yang mengangkat kekayaan lokal seperti wastra nusantara, semakin berkembang pesat sekarang ini. Bukan hanya karena kesadaran masyarakat untuk mencintai produk budaya sendiri, melainkan juga karena tingginya animo masyarakat untuk mengenakan budaya khas Indonesia dalam keseharian.
Batik Indonesia bukanlah isu baru dalam dunia mode. Nama besar maestro batik seperti Iwan Tirta dan para perancang busana Indonesia adalah sekian dari sosok aktif yang terus melestarikan keindahan batik dalam dunia mode. Pengusaha garmen hingga penjual batik di toko atau pasar juga tak kalah berperan penting untuk membuat batik bisa merajai pasar industri mode di tanah air.
Bagi Anda yang sudah berniat memulai atau tertarik berbisnis busana batik, ada beberapa hal yang perlu diketahui. Nonita Respati, pemilik Purana Batik yang memulai usahanya pada 2008 lalu berbagi cerita seputar menjalani bisnis yang ditekuninya karena kecintaan terhadap batik dan kain nusantara.
"Awalnya dulu keluarga saya memiliki pabrik batik, tapi tutup karena alatnya hanyut akibat banjir besar di Solo. Kebetulan ibu dan nenek saya adalah kolektor batik kuno yang membuat saya semakin mantap memproduksi koleksi busana dari batik maupun kekayaan wastra," ujar Nonita saat ditemui TabloidNova.com di Ubud Building, Jakarta Pusat, Kamis (13/11) lalu.
Lulusan jurusan Hubungan Internasional di Universitas Parahyangan ini mengaku bahwa pengalamannya menjadi redaktur mode di berbagai majalah mode dan gaya hidup turut menambah sensitivitasnya terhadap tren mode, insting berbisnis, serta kemampuan membaca pasar sehingga Purana Batik berhasil konsisten berdiri selama 6 tahun ini.
Nonita pun memaparkan tiga poin penting sebelum berbisnis busana batik, selain modal tentunya. Pertama, adalah ketahui siapa konsumen Anda. Hal ini diakuinya juga sangat penting untuk mengetahui segmentasi pasar sehingga fokus bisnis bisa dikuasai secara perlahan dan tidak terkesan serakah dan sembarangan.
Kedua, apa DNA (identitas) label Anda. DNA ini bukan hanya sekadar merek, tapi harus juga memiliki benang merah karakter pemakainya, dari musim ke musim. Nonita meyakini salah satu tolok ukur keberhasilan berbisnis busana batik adalah respons dan pesanan ulang dari pelanggan. Maksudnya adalah pembeli tidak datang sekali, beli, lalu tidak pernah datang lagi.
"Menjaga konsumen sangatlah penting. Mau mengolah apa? Mau ke mana arahnya? Dulu Purana pada awal berdiri cukup puas dengan mengkreasi kombinasi warna saja, namun lambat laun kita ingin sesuatu yang berbeda dan belum pernah diproduksi sebelumnya. Beruntung Purana sudah memiliki karakter sejak awal," ceritanya.
Poin ketiga yang tak kalah penting adalah soal networking atau jaringan. Nonita menjelaskan bahwa urusan networking tidak hanya dengan customer atau pembeli, namun juga dengan corporate, media, dan lainnya.
Ketiga hal di atas dianggap Nonita harus disertai wawasan dan keputusan mengenai produksi. Produksi handmade atau buatan tangan diakuinya hasilnya sering tidak konsisten. Berbeda dengan produksi menggunakan mesin yang lebih presisi dan akurat, dan bisa menghasilkan dalam jumlah besar.
"Antara produksi pertama dan kedua mungkin menggunakan bahan, motif, dan warna yang sama, namun hasilnya belum tentu sama karena banyak yang mempengaruhi, seperti cuaca dan lain-lain. Keindahan motif batik harus tetap terjaga," sarannya.
Ridho Nugroho
KOMENTAR