Peristiwa guru menghukum muridnya dengan kekerasan demi alasan kedisiplinan memang masih sering terjadi.
(Baca: Kejam! Guru TK Ini Tertangkap Kamera Membentak Muridnya)
Pada sebagian anak, hukuman seperti ini apalagi dilakukan di depan orang banyak, tentu akan memengaruhi sang anak.
Anak jadi malu karena ditonton teman-temannya, baper, atau sensitif.
Menghukum tidak membuat anak menjadi jera, tapi berikan hukuman dengan benar dan relevan.
"Pemahaman yang dangkal terhadap efektivitas hukuman, membuat mereka memberlakukan hukuman yang belum tentu efektif terhadap anak atau bahkan menimbulkan dampak yang lebih negatif terhadap anak," kata Ine Indriani, M.Psi., Psikolog Anak.
Hukuman bisa saja diberikan kepada anak, asalkan relevan, sesuai dengan usia anak, dan dapat memicu perilaku positif atau yang diinginkan setelah hukuman diberikan.
"Selain itu hukuman sebaiknya tidak menimbulkan bahaya fisik dan mental, serta tidak berlebihan."
(Baca: Ayah-Ibu Jangan Menghukum Anak)
Namun, sebenarnya apa saja, sih, penyebab orang tua atau guru menghukum anak?
1. Menganggap dengan hukuman anak akan menjadi jera dan kemudian akan menjadi lebih baik.
2. Orang tua atau guru mengikuti tradisi yang sudah ada sebelumnya di keluarga/sekolah tersebut.
3. Orang tua juga adalah korban dihukum di masa ia sekolah sehingga mengikuti.
4. Faktor anak yang memang sulit diatur atau anak berasal dari keluarga bermasalah, sehingga anak tersebut mencari masalah di sekolah.
5. Orang tua/anak memiliki ekspektasi tertentu pada anak sehingga memberikan hukuman ketika tidak sesuai dengan ekspektasi
(Baca: Studi: 80 Persen Orangtua Pernah Memukul Anak, Apa Dampaknya?)
Lalu apa saja bentuk hukuman di sekolah yang bisa terjadi pada anak-anak kita? Ini bentuk hukuman yang tak layak dan masuk kategori kekerasan:
1. Menjewer anak. Termasuk kekerasan fisik kepada anak. Membuat anak menjadi rendah diri dan mengalami memar.
2. Memukul anak dengan benda (penggaris, sapu, rotan). Termasuk kekerasan fisik. “Menimbulkan luka, memar, rendah diri, anak meniru perbuatan tersebut ketika sudah besar.”
3. Memaki/mencemooh (bodoh, tolol, bego, nakal). Termasuk kekerasan/bullying verbal.
Menimbulkan rasa tidak percaya diri, rendah diri, merasa bersalah, merasa dirinya memang seperti makian yang diberikan oleh guru.
4.Mengajak anak lain untuk mengucilkan atau mengatainya. Termasuk bullying.
Ini juga dapat menimbulkan rasa tidak percaya diri dan bullying antar murid. “Murid meniru perilaku guru tersebut untuk mengucilkan anak.”
(Baca: Ciri Anak Korban Bullying dan Cara Menyikapinya, Orangtua Perlu Tahu!)
5. Menghukum dengan mengurangi nilai yang sebenarnya ia dapatkan (dengan kondisi anak bekerja sendiri dan tidak menyontek).
Hukuman ini tidak relevan dengan masalah yang dihadapi.
“Bila anak melakukan kesalahan karena sikap yang kurang baik, namun ia mampu mengerjakan tugas dengan baik, pengurangan nilai adalah hal yang tidak relevan dilakukan. Karena akan membuat dia merasa semakin negatif.”
6. Menghukum anak dengan aktivitas/kegiatan berlebihan atau diluar kemampuan anak.
Misalnya, lari atau push up dalam jumlah yang berlebihan sehingga dapat mengganggu kesehatan anak.
7. Hukuman berdiri di depan kelas, bahkan sambil berdiri 1 kaki atau sambil menjewer diri sendiri. Hukuman ini tidak relevan dan belum tentu efektif.
(Baca: Agar Teguran Efektif, Hindari Kata "Jangan" Saat Memarahi Anak)
8. Melalui media sosial. Ini termasuk cyber bullying.
9. Mengumbar kesalahan anak dan memakinya di depan anak-anak lain.
10. Menghukum anak dengan menulis hal yang negatif. Misalnya, meminta anak menulis ‘Saya anak nakal’ berpuluh-puluh kali.
“Hal ini justru menanamkan anak menjadi anak yang nakal.”
11.Mengurung anak di ruang gelap sendirian (gudang, kamar mandi). Menimbulkan rasa takut dan juga tidak relevan. Mengakibatkan trauma baru pada anak.”
(Baca: 2 Teknik Hipnoterapi untuk Menghilangkan Trauma Masa Lalu)
Penulis | : | Ade Ryani HMK |
Editor | : | Ade Ryani HMK |
KOMENTAR