(Baca juga: Mau Buka Usaha? Ini 5 Bisnis Artis yang Bisa Jadi Inspirasi)
Sementara itu, “Eco fashion adalah bagian dan bentuk pengaplikasian dari ethical fashion. Karena ethical fashion sendiri sangat luas,” ungkap Icun—sapaan akrabnya.
“Kita akui dengan fast fashion, industri fashion sangatlah bergairah. Tren berputar sangat cepat. Konsumen sangat senang. Tapi korbannya itu banyak banget. Itu yang harus kita pikirkan,” tambahnya.
Dalam tren global yang kebanyakan berasal dari Amerika atau Eropa, konsep eco fashion sebetulnya telah banyak diterapkan dalam produksi busana. Sadar atau tidak.
Misal, bahan pakaian yang sulit ditemukan di era 1930-an membuat fashion designer masa itu mendesain baju yang tidak memerlukan banyak bahan pakaian.
Di akhir abad 19 atau 20, pekerja tambang di Amerika atau Eropa bekerja di luar ruang, mengenakan baju pribadi.
(Baca juga: Terlihat Fresh dan Muda, Yuk Intip Gaya Rambut Bob yang Lagi Ngetren di Kalangan Seleb Indonesia)
Ramai-ramai tidur di tenda yang terbuat dari bahan kanvas dengan baju yang cepat rusak, mereka akhirnya mencetuskan ide untuk membuat seragam.
Akhirnya, dari bahan kanvas, dibuatlah seragam.
Kanvas, jika dihaluskan, akan menjadi bahan denim yang awet digunakan. Levi’s akhirnya mengadaptasi konsep ini menjadi produk denimnya.
Coco Chanel yang sempat mempopulerkan baju hitam—kemudian menjadi little black dress—yang timeless juga merupakan sebuah bentuk ethical fashion—karena membuat pengguna busana tak perlu sering menambah koleksi pakaian.
Anak-anak muda yang protes terhadap perang Vietnam di tahun 1960-an akhir, memutuskan untuk hidup lebih damai dengan kembali ke alam. Maka, lahirlah komunitas hippies.
Penulis | : | Dionysia Mayang Rintani |
Editor | : | Dionysia Mayang Rintani |
KOMENTAR