Profil SK Trimurti: Dari Guru Jadi Jurnalis Perempuan Pertama Indonesia

By Alsabrina, Jumat, 9 April 2021 | 16:15 WIB
SK Trimurti ()

NOVA.id - Tokoh pers nasional tak cuma sebatas Tirto Adhi Soerjo dan H. Rosihan Anwar saja. Banyak perempuan digdaya yang mengukuhkan namanya di bidang ini.

Adalah Surastri Karma Trimurti atau dikenal dengan SK Trimurti yang juga menjadi tonggak awal kiprah perempuan di bidang jurnalis.

SK Trimurti lahir di Kabupaten Boyolali, 11 Mei 1912 dan wafat di Jakarta, 20 Mei 2008.

Baca Juga: Sarapan dengan Menu Ini Justru Membantu Berat Badan Turun lo! Apa ya?

SK Trimurti adalah wartawan, penulis dan guru Indonesia, yang mengambil bagian dalam gerakan kemerdekaan Indonesia terhadap penjajahan oleh Belanda.

SK Trimurti kemudian menjabat sebagai menteri tenaga kerja pertama di Indonesia pada 1947-1948 di bawah Perdana Menteri Indonesia, Amir Sjarifuddin.

SK Trimurti sendiri merupakan anak dari pasangan abdi dalem Keraton Kasunanan Surakarta.

 Baca Juga: Bukan Luna Maya, Dimas Beck Sebut Artis Ini Masuk Kriteria Perempuan Idamannya

Kemudian ia memulai pendidikan pertamannya di sekolah Ongko Loro atau Tweede Inlandsche School (TIS) dan melanjutkannya ke Meisjes Normaal School (MNS) atau sekolah guru perempuan.

Tak lama, SK Trimurti pindah ke MNS Banyumas dan di sanalah ia berkenalan dengan organisasi dan politik.

Pada saat itu seorang perempuan dianggap tabu jika mengikuti aktivitas politik maupun organisasi yang kebanyakan dilakukan oleh laki-laki.

 Baca Juga: 7 Cara Memanjangkan dan Menebalkan Bulu Mata Secara Alami Tanpa Maskara

Setelah S.K.Trimurti dewasa, barulah ia menyadari bahwa ia tidak setuju dengan model aturan orang tuanya yang membedakan peran perempuan dan laki-laki.

Baginya seorang perempuan mempunyai hak yang sama dengan laki-laki untuk memajukan diri baik dalam hal akademis maupun sosial.

Karena itu sembari mengajar ia aktif menjadi anggota Rukun Wanita juga kerap mengikuti berbagai rapat-rapat yang diadakan oleh BU (Budi Utomo) cabang Banyumas.

 Baca Juga: Profil Gea Amanda, Finalis INTM yang Miliki Hobi Traveling

Ya, SK Trimurti menolak semua aturan feodal tersebut.

Kedatangan Soekarno ke daerah-daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur untuk rapat umum Partindo, membuat SK Trimurti berkesempatan bertemu langsung dengan Soekarno.

Dalam pidato Soekarno, yakni bangsa Indonesia harus mulai bergegas untuk menerapkan anti imperialisme dan anti kolonialisme ini amat mempengaruhi jiwa SK Trimurti.

Baca Juga: Tanpa Bahan Pengawet, Ini Resep dan Cara Membuat Sosis Rumahan

Hingga sampai akhirnya dengan tekad bulat dilepaskannya status sebagai guru negeri dan SK Trimurti memilih bergabung dengan Partindo cabang Bandung. Keputusan besar yang sangat ditentang oleh keluarganya.

SK Trimurti segera dikenal di kalangan jurnalistik dan anti-kolonial sebagai wartawan kritis.

Trimurti sering menggunakan nama pena Trimurti atau Karma untuk menghindari kembali tertangkap oleh Belanda.

 Baca Juga: Bukan Soal Rupa Semata, Hotman Paris Ungkap Hal yang Membuatnya Jatuh Cinta dengan Meriam Bellina

Selama berkarir di dunia jurnalis SK Trimurti bekerja untuk sejumlah surat kabar Indonesia diantaranya Pesat, Genderang, Bedung dan Pikiran Rakyat.

SK Trimurti menerbitkan Pesat bersama suaminya, Sayuti Melik.

Namun ketika masa pendudukan Jepang, Pesat dilarang peredarannya oleh pemerintah militer Jepang.

Baca Juga: Mayangsari Beberkan Hubungannya dengan Anak-Anak Bambang Trihatmodjo dan Halimah

SK Trimurti juga pernah diciduk dan ditawan oleh Belanda karena dianggap sebagai pihak yang membela Jepang.

Namun setelah Jepang benar-benar datang, SK Trimurti justru ditangkap Jepang karena dituduh anti Jepang.

Sejumput kisah SK Trimurti akan hadir pada Majalah Intisari edisi April 2021 ini.

 Baca Juga: Mesra di TV, Ini Kata Zoe Abbas Jackson Soal Cinlok dengan Cinta Brian

Bukan cuma SK Trimurti saja, tetapi ada sosok inspiratif lainnya, yakni Roehana Koeddoes, yang ditahbiskan sebagai jurnalis perempuan pertama Indonesia.

Kemudian, Inggit Garnasih sebagai perempuan yang menginspirasi dan mendukung gagasan Bung Karno.

Pada edisi April, majalah mungil ini memasuki sejarah baru.

Majalah Intisari edisi April ()

 Baca Juga: Pukau Fans dengan Lagu Sempurna, Siwon Super Junior Ungkap Ingin Kolaborasi dengan Musisi Indonesia Ini

Intisari akan berubah dalam perwajahan dan pokok ulasan.

Seperti semangat para pendahulu, kami akan lebih memantapkan dalam pembahasan utama dalam biografi, histori, dan tradisi.

Biografi, tokoh-tokoh yang memiliki pemikiran atau karyan untuk mengubah Indonesia menjadi lebih baik.

 Baca Juga: Nissa Sabyan Diterawang Wirang Birawa Soal Kehamilannya, Apa Kata Sang Firasat?

 

Histori, kisah bergenre sejarah populer tentang peristiwa atau kejadian masa silam, namun selalu dikaitkan dengan situasi kininya.

Tradisi, penjelajahan seni dan budaya yang menjadi bagian keseharian masyarakat, termasuk upaya pelestariannya.

Semuanya berkait dengan keteladanan manusia dalam melewati setiap tantangan zaman.

Baca Juga: Menkeu Sri Mulyani Bocorkan Soal THR dan Gaji ke-13 PNS Tahun Ini

Namun, ada yang tidak berubah dalam gaya pembahasan kami yang senantiasa cerdas dan menginspirasi.

Chairil Anwar pernah berseru, “Ada yang berubah, ada yang bertahan. Karena zaman tak bisa dilawan. Yang pasti kepercayaan harus diperjuangkan.”

Mari ikuti jargon #KitaDigdaya untuk Indonesia berdaya!