Kasus Luwu Timur, Save the Children Desak Pemerintah Lakukan 3 Hal Ini

By Presi, Kamis, 14 Oktober 2021 | 12:16 WIB
Ilustrasi kasus dugaan pemerkosaan aank di Luwu Timur (ozgurcankaya)

NOVA.id - Belum lama ini, publik diramaikan dengan kasus dugaan kekerasan seksual pada 3 (tiga) anak di Luwu Timur, Sulawesi Selatan.

Kasus itu bermula dari seorang ibu yang melaporkan mantan suaminya (S) atas dugaan pemerkosaan kepada tiga anak kandungnya di Polres Luwu Timur pada 2019 lalu. Diketahui S merupakan seorang Aparatur Sipil Negara (ASN).

Mengutip Tribunnews, kasus itu menjadi viral setelah diungkap oleh media Project Multatuli pada Rabu (06/10) lalu.

Baca Juga: Saipul Jamil Bebas, Najwa Shihab Soroti Soal Glorifikasi dan Bahaya Normalisasi Kekerasan Seksual

Namun, dalam proses penyelidikannya, polisi justru menghentikan kasusnya dengan alasan tidak cukup bukti.

Kemudian, cerita tersebut kembali diungkap oleh media Project Multatuli hingga menjadi viral di media sosial Twitter. Hingga kini proses pengungkapan kasus tersebut tengah berjalan.

Berkenaan dengan itu, gerakan Save the Children Indonesia meminta Pemerintah melakukan tindakan yang tepat dan mengutamakan kepentingan terbaik bagi anak dalam penanganan kasus dugaan kekerasan seksual pada 3 anak di Luwu Timur.

Baca Juga: Penyalin Cahaya, Film Panjang Pertama Wregas Bhanuteja yang Angkat Soal Kekerasan Seksual

Save the Children Indonesia melakukannya bersama Koalisi Penghapusan Kekerasan Pada Anak (Indonesia Joining Forces to End Violence Against Children/IJF EVAC) dan Aliansi PKTA (Penghapusan Kekerasan Terhadap Anak).

“Setiap anak tanpa terkecuali memiliki hak untuk dilindungi dari berbagai bentuk kekerasan termasuk kekerasan seksual."

"Negara, masyarakat, keluarga dan orang tua berkewajiban dan bertangung jawab terhadap penyelenggaraan perlindungan anak,” ujar CEO Save the Children Indonesia sekaligus Ketua IJF EVAC, Selina Patta Sumbung dalam keterangannya, Kamis (14/10).

Baca Juga: Tips untuk Orangtua dalam Mencegah Kekerasan Seksual pada Anak dan Remaja

Selina menegaskan, setiap kasus kekerasan pada anak hendaknya ditangani secara komprehensif.

"Tidak hanya dari aspek hukum tetapi juga aspek tumbuh kembang seperti fisik, psikologis, dan psikososial anak perlu menjadi prioritas penanganan," jelasnya.

Gerakan Koalisi Penghapusan Kekerasan Pada Anak di Indonesia merekomendasikan dan mendorong pemerintah untuk segera melakukan 3 hal berikut.

Baca Juga: Komnas Perempuan Desak DPR RI untuk Jadikan RUU PKS Sebagai RUU Prolegnas Prioritas 2021

1. Penerapan manajemen kasus dalam proses penanganan kasus

Penanganan kasus ini perlu dilakukan oleh pekerja sosial, manajer kasus, atau pendamping kasus terlatih yang ditunjuk dengan tetap melibatkan profesional.

Atau bisa juga ditangani oleh layanan yang dibutuhkan seperti psikolog, advokat, layanan medis, dan profesi atau layanan terkait lainnya.

Alur yang dapat dilakukan oleh pekerja sosial atau pendamping kasus diantaranya adalah meminta persetujuan, melakukan assesmen secara menyeluruh, merumuskan rencana pemberian layanan dan tidak membatasi pada pemberian layanan hukum.

Selain itu, ada juga memberikan layanan yang dibutuhkan dengan memperhatikan hak anak, tahap perkembangan anak, melakukan monitoring dan evaluasi serta terminasi aau pengakhiran kasus apabila hak anak dan kebutuhannya telah terpenuhi.

Baca Juga: Baru Satu Tahun, Bocah Ini Harus Tewas di Tangan Ibunya dengan 89 Luka dan Alami Kekerasan Seksual

2. Peningkatan kapasitas SDM penyedia layanan perlindungan anak

Peningkatan kapasitas harus terus dilakukan dengan menjadikan hal berikut sebagai kompetensi inti maupun persyaratan pada aspek sumber daya manusia.

Di antaranya adalah hak anak, perlindungan anak, kebijakan keselamatan anak, manajemen kasus, supervisi, dan dukungan psikososial.

Baca Juga: Indonesia Darurat Kekerasan Seksual, Sekjen KPP-RI: Tidak Ada Alasan untuk Menunda Lagi

 

 

3. Pengembangan mekanisme supervisi dalam penanganan kasus

Untuk pengembangan mekanisme, supervisi berjenjang perlu dilakukan.

Mulai dari tingkat kabupaten/kota, provinsi hingga tingkat nasional untuk memastikan setiap kasus tertangani dengan baik.

Supervisi harus memberikan fungsi edukasi, dukungan, di samping fungsi administratif kepada seluruh SDM penyedia layanan perlindungan anak.

Baca Juga: Ibu Ini Telanjangi Anaknya karena si Anak Sentuh Bokong Teman Kelasnya

4. Penerapan etika dalam penanganan kasus kekerasan terhadap anak

Kerahasiaan adalah salah satu prinsip utama dalam menangani kasus kekerasan terhadap anak.

Seluruh pihak wajib untuk merahasiakan identitas anak, baik anak sebagai pelaku tindak pidana, korban, maupun saksi dalam pemberitaan di media cetak ataupun elektronik.

Hal itu diatur dalam pasal 19 UU nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dan juga pada Peraturan Dewan Pers Nomor 1 tahun 2019 tentang pedoman pemberitaan Ramah Anak.

Dapatkan pembahasan yang lebih lengkap dan mendalam di Tabloid NOVA.

Yuk, langsung langganan bebas repot di Grid Store.(*)