TabloidNova.com - Perkembangan kasus kejahatan seksual yang terjadi pada murid Taman Kanak-Kanak Jakarta International School semakin memprihatinkan Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA), Arist Merdeka Sirait.
Arist mengungkapkan, "Perkembangan terbaru, ada dua orangtua yang lapor tentang kejahatan seksual masih di lingkungan sekolah. Perkembangan ini menunjukkan bahwa predator kejahatan seksual bukan saja petugas cleaning service," papar Arist.
Arist yang terus terlibat penanganan kasus ini mengungkapkan, ada informasi bahwa salah seorang mantan wakil kepala sekolah di JIS adalah buronan FBI karena kasus kejahatan seksual. Buronan yang akhirnya mati bunuh diri ini bekerja di JIS tahun 1992-2002. Kenyataan ini menunjukkan, manajemen di JIS memang tidak bagus.
"Mereka menganggap perlindungan anak hanya pada security, dan tidak membangun sistem penanganan yang baik. Bagaimana bisa seorang anak dibiarkan berlama-lama di toilet tanpa pihak sekolah curiga. Mestinya, kan, guru mencari tahu. Menurut saya ini pembiaran dan kelalaian pihak sekolah. Mereka mesti dimintai pertanggungan jawab, baik pidana maupun perdata," tandas Arist.
Itu sebabnya, Arist meminta pemerintah untuk membentuk tim pencari fakta independen untuk mengusut kasus ini. "Tidak hanya pada pelaku yang sudah ditangkap, tapi pada aspek yang lebih luas," ujar Arist.
Kini, Komnas PA fokus untuk memberikan bantuan kepada keluarga korban. Dalam hal ini melakukan terapi kepada korban dengan beberapa pendekatan. "Tujuannya agar anak melupakan apa yang terjadi karena mereka termasuk dalam trauma takut. Takut dengan orang lain, belum mau pakai celana, teriak-teriak, mimpi buruk. Komnas PA membentuk tim psikolog yang diketuai Kak Seto untuk menangani kasus ini."
Langkah berikutnya, Komnas PA menyosialisasikan agar orangtua lebih peka lagi kepada tumbuh-kembang anak-anaknya. Perhatikan betul bila ada perubahan perilaku pada anak. "Misalnya saja si anak minta terus didekap orangtuanya, padahal sebelumnya tidak begitu. "
Untuk meminimalisasi agar kasus serupa tak terjadi, Arist meminta pemerintah untuk turun tangan. Menurut Arist ada empat pilar penanggung jawab perlindungan anak, yaitu orangtua atau keluarga, masyarakat, pemerintah, dan negara.
"Kalau orangtua atau keluarga sudah tidak lagi mampu melindungi anak dari ancaman predator kejahatan seksual, maka pemerintah harus mengambil alih dan memberikan jaminan pada anak. Ini wajib hukumnya. Pemerintah bisa menggerakkan peran serta masyarakatnya. Bentuknya macam-macam, misalnya pembentukan tim reaksi cepat perlindungan anak baik tingkat desa maupun sekolah."
Henry Ismono