Ratna menduga, Ros tidak mendapat perhatian dari pemerintah karena jarak antara Abu Dabi ke Fujariah cukup jauh. "Tapi itu sebenarnya bukan alasan pemerintah untuk tidak memperhatikan warganya yang kena kasus pidana. Apalagi Ros benar-benar tidak bersalah," tandas Dadang , dari Solidaritas Buruh Migran Karawang.
Dari cerita Ros kepada keluarga, lanjut Dadang, sebenarnya Ros itu korban, bukan pelaku. Pasalnya, Ros sebelumnya juga mengalami "kekerasan" oleh anak majikannya. "Sama seperti temannya yang dibunuh itu." Demi menjaga martabat Ros maupun temannya yang dibunuh, Dadang maupun keluarganya tak bersedia menjelaskan apa bentuk kekerasan itu. "Anda semua pasti sudah tahu lah."
Begitu juga soal identitas TKW yang dibunuh, Dadang sengaja merahasikan. "Kami sebenarnya tahu. Tapi pihak keluarga berpesan jangan sampai identitas korban dipublikasikan. Begitu juga apa motif di balik pembunuhan itu. Biarlah itu menjadi rahasia Ros." Yang jelas korban adalah TKW dari Indonesia. Pihaknya mengaku sudah bertemu dengan keluarganya.
Peran Ros kata Dadang sebenarnya hanya satu. Ia yang membukakan pintu saat anak majikan, adik majikan, dan seorang temannya masuk ke rumah. "Begitu berhasil masuk, ketiganya langsung membunuh teman Ros," kata Dadang yang sampai sekarang belum tahu bagaimana proses pembunuhan itu. Setelah kejadian itu, Ros langsung lapor polisi. "Ternyata dia juga dilaporkan majikannya ikut bersekongkol dengan anaknya."
Itu sebabnya, selain menahan ketiga orang tersebut, polisi juga menahan Ros yang dituduh ikut bersekongkol. "Logikanya kan, enggak masuk. Ros kan sama-sama menjadi korban. Dan dia hanya membukakan pintu. Dan yang masuk pun bukan orang lain, melainkan anak dan adik majikan. Itulah yang membuat kami binggung, kenapa Ros ditahan."
Penahanan Ros, lanjut Dadang, bisa jadi karena selama proses persidangan Ros tak didampingi pengacara maupun penerjemah. "Makanya dia diancam hukum pancung. Padahal keluarga korban saat bersaksi di pengadilan, menjelaskan Ros tidak bersalah. Kalau toh bersalah, sudah memaafkan."
Memang Ros beberapa hari lalu mengabarkan jika ia tak terbukti bersalah. Tapi kabar gembira itu tak langsung disambut suka-cita keluarga. "Kalau tidak bersalah, kenapa sampai sekarang dia masih ditahan? Makanya kami menuntut, Ros segera dibebaskan dan diberikan hak-haknya sebagai pekerja," tandas Ratna berapi-api.
Ros di mata Muhtadin anak yang sangat baik. Di usia 15 tahun ia harus menggantikan posisi ibunya yang meninggal mendadak. "Dia waktu itu yang mengurus rumah tangga karena adik-adiknya masih kecil." Ros pula yang membersihkan rumah, memasak, mencuci baju adik-adiknya. "Pokoknya semua pekerjaan rumah Ros yang urus. Saya, kan, kerja di luar sebagai buruh penebang bambu," kata Muhtadin yang sehari dapat upah Rp 15 ribu. "Ros juga yang mengatur keuangan."Lantaran sibuk mengurus rumah tangga, anak sulung tiga bersaudara ini termasuk "telat nikah" dibanding teman-teman seusianya. "Mungkin dia enggak tega menikah karena adik-adiknya masih kecil. Makanya teman-temannya sudha punya anak, Ros baru menikah di usia 25 tahun."
Sejak menikah Ros tinggal bersama mertuanya di kampung Waru, Warga Setia, Karawang. Hanya saja, tiap pagi Ros masih nyembangi rumah untuk membereskan pekerjaan rumah. "Kebetulan, kan, jaraknya enggak jauh. Paling hanya 500 meter."
Sayangnya setelah menikah, ekonomi Ros belum ada peningkatan. "Suaminya hanya kerja sopir. Itu saja tidak tentu. Ros sendiri hanya di rumah." Lantaran ingin mengubah nasib, Ros kepincut teman-teman kampungnya menjadi TKW. Tahun 2005 lalu, Ros rela meninggalkan anaknya Ridho yang kala itu baru berumur setahun. Ros pergi ke Arab Saudi menjadi TKW.
Beruntung di negeri minyak itu, Ros mendapat majikan yang baik. "Ia sudah dianggap sebagai keluarga sendiri." Setelah habis kontrak, Ros pulang dengan membawa segepok uang. "Ia akhirnya bisa membangun rumah. Ya, tidak mewah sih. Tapi cukup lah untuk ukuran orang kampung. Yang penting tidak ngontrak atau menumpang di mertuanya lagi."