Kadang saya bertanya padanya, memang dengan terus-menerus harus datang ke kantor, atau bahkan kadang merekam video di rumah, berapa gaji yang dia dapatkan? Katanya dia hanya dibayar 50 ribu per video, saya masih merasa maklum, karena memang anak saya bukan lulusan S1, dan dia merasa cukup untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari, apalagi kami masih memberikannya uang jajan setiap bulan.
Namun ketika saya kembali bertanya padanya kapan dia akan berhenti dari tempat itu, dia berkata kalau dia mau tetap di sana sampai dia tahu apa yang mau dia lakukan di masa depan, saya kaget, karena bayarannya bahkan tidak sampai UMR dan dia masih tetap mau di sana, saya sudah berkata, lebih baik dia mencari pekerjaan freelance dulu di bidang lain yang bayarannya masih lebih sesuai, saya sangat khawatir karena suami saya akan segera pensiun dan dia memang lahir saat usia kami sudah cukup lanjut.
Kami berdua sudah mencoba menasehati dirinya, tapi dia tetap keukeuh dengan pendiriannya, apalagi diiming-imingi menjadi seorang influencer, saya mengerti kalau influencer memang dapat memberikan penghasilan yang cukup besar, tapi tidak dengan periode yang stabil, pekerjaan seperti itu tidak menjamin masa depannya, tolong bantu saya, Bu, bagaimana saya harus berkomunikasi dengan anak saya, karena semengerti apapun saya dia tetap menilai saya dan suami tidak mengerti apa yang dia inginkan. Terima kasih.
Tuti–Somewhere
Baca Juga : Honor Petugas KPPS Makin Kecil karena Dipotong Pajak: Kami Penanggung Jawab di Lini Paling Bawah!
Jawab:
Yth. Ibu Tuti,
Menjadi ibu dari seorang generasi milenial memang butuh kesediaan untuk belajar memahami dan menyelami dunia anak kita, utamanya dengan selalu menyadari bahwa sebagai orangtua kita tak punya pengalaman berinteraksi dengan gadget sedangkan anak-anak kita sejak lahir sudah lekat dengan segala produk ini, Bu, ibu dengan pengalaman minim tentang gadget harus mendampingi, mengarahkan anak untuk survive menjawab tantangan zaman kini.
Memakai paradigma kehidupan kita sebagai orangtua, untuk mencoba mengarahkan anak menempuh pendidikan serta kemudian bekerja, mengukur keberhasilan kerja, dan pencapaian materi dengan menjadikan diri kita sebagai acuan, biasanya bermuara pada rasa kecewa, kesedihan, dan rasa galau anak kepada orangtua, ia merasa tidak dipahami dan didukung orangtuanya, sementara, orangtua merasa anaknya tidak menurut, diberi saran, dan nasehat.
Bekerja buat para generasi milenial, tidak harus seperti orangtuanya dulu, berangkat ke kantor, punya jabatan, naik pangkat karena promosi dan bawa uang yang namanya gaji, menurut mereka, bekerja adalah memanfaatkan teknologi untuk menghasilkan uang, dengan cara yang kreatif dan inovatif, serta penjualan yang berpihak pada konsumen, dengan membeli secara daring, misalnya, konsumen tidak perlu ke luar rumah, karena cukup delivery sampai di rumah, tidak usah macet-macetan dan tidak boros karena yang dibeli memang kebutuhan yang dirasakan saat itu.
Baca Juga : Tampil Sederhana saat Nyoblos, Selvi Ananda Menantu Jokowi Pakai Sepatu Seharga Motor Bebek!
Atlet New Balance Triyaningsih Berhasil Taklukan Kompetisi TCS New York City Marathon 2024
Penulis | : | Tiur Kartikawati Renata Sari |
Editor | : | Winggi |
KOMENTAR