NOVA.id - Akhir-akhir ini intensitas curah hujan semakin tinggi.
Hal ini tentunya berdampak pada genangan air yang tinggi dan menjadi banjir besar di beberapa wilayah termasuk ibukota negara Indonesia, DKI Jakarta.
Dilansir dari laman Hello Sehat, tak peduli seberapa tinggi genangannya, luapan air banjir bisa tercemar oleh berbagai organisme penjangkit penyakit, termasuk bakteri usus seperti E. coli, Salmonella, dan Shigella; Hepatitis A Virus; dan agen pembawa tifus, paratifoid dan tetanus.
Baca Juga: Peringatan Dini Cuaca Ekstrem untuk Wilayah Jakarta dan Sekitarnya, Jaktim dan Jaksel Siaga
Dikutip dari studi oleh Dr. Supakorn Rojananin, M.D., kepala deputi Fakultas Kedokteran sekaligus rekanan profesor di Mahidol University, air genangan dari banjir di Jakarta Timur Januari 2005 lalu mengandung koloni bakter E. coli dan virus enterik Hepatitis A dua kali lipat lebih tinggi daripada air sungai biasa.
Virus, kuman, dan bakteri ini merupakan hasil dari polutan rumah tangga dan pertanian atau limbah industri berbahaya, seperti air selokan, sampah makanan, kotoran manusia dan hewan, bangkai, pestisida dan insektisida, pupuk, minyak, asbes, bahan bangunan berkarat, dan sebagainya.
Berikut ini adalah beberapa penyakit yang harus kita waspadai selama musim banjir:
Baca Juga: 3 Hal Ini Jadi Prioritas yang Harus Dibersihkan Setelah Banjir Surut
1. Diare
Diare karena infeksi tersebar luas di seluruh negara berkembang.
Diare berat berpotensi fatal dan memerlukan bantuan medis sesegera mungkin akibat miskinnya cairan dan nutrisi tubuh yang terbuang dalam jumlah besar bersama cairan diare — terutama pada bayi dan anak-anak, orang-orang yang kekurangan gizi, dan mereka yang memiliki sistem kekebalan tubuh lemah.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan bahwa setiap tahunnya ada hampir dua juta anak di seluruh dunia, kebanyakan di bawah usia 5 tahun, meninggal akibat diare.
Baca Juga: Manfaat Air Tajin Sebagai Obat Alami Diare, Begini Cara Buatnya
Negara-negara Asia Tenggara, termasuk Indonesia, bertanggung jawab untuk 8,5% dari angka kematian ini.
Gejala diare bervariasi, mulai dari sakit perut singkat dengan kotoran BAB yang tidak terlalu encer hingga kram perut yang disertai konsistensi feses yang sangat encer.
Pada kasus diare parah, kemungkinan penderitanya dapat mengalami demam dan kram perut hebat. Cairan diare dapat bercampur dengan lendir dan darah.
Baca Juga: Makanan yang Harus Dihindari agar Diare Tidak Semakin Parah, Salah Satunya Gorengan
2. Demam berdarah
Demam berdarah (DBD) adalah penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh virus dan ditularkan oleh gigitan nyamuk Aedes aegypti.
Bayi dan anak-anak yang terjangkit DB mungkin mengalami demam dengan ruam.
Anak-anak yang lebih tua dan orang dewasa mungkin mengalami demam demam ringan, atau penyakit demam tinggi melumpuhkan yang timbul mendadak, sakit kepala parah, nyeri di belakang mata, nyeri otot dan sendi, serta ruam.
Baca Juga: 3 Makanan yang Bisa Mempercepat Penyembuhan DBD, Ada Jambu Biji
Dilansir dari Kemenkes RI, dalam beberapa tahun terakhir, kasus demam berdarah lebih sering ditemukan di musim pancaroba, khususnya di awal tahun bulan Januari.
Selama kurun waktu 2013-2014, ada 184.179 kasus DB di Indonesia dan 1.500 di antaranya meninggal dunia.
Terhitung sejak tahun 1968 hingga tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat Indonesia sebagai negara dengan kasus DBD tertinggi se-Asia Tenggara.
Baca Juga: Waspada, Ternyata Ini 9 Penyebab Trombosit Turun Selain Karena DBD
3. Leptospirosis
Leptospirosis adalah infeksi akut yang disebabkan oleh bakteri leptospira dan ditularkan oleh hewan.
Sumber utama penularan leptospirosis di Indonesia adalah tikus.
Penyakit ini adalah satu-satunya infeksi rawan epidemi wabah yang dapat ditularkan secara langsung melalui air yang tercemar.
Bakteri memasuki tubuh lewat kulit, melalui luka memar dan terbuka atau melalui mata yang bersentuhan dengan air kotor genangan banjir.
Baca Juga: Ibu Harus Tahu, Ini 5 Tanda Tikus Telah Bersarang di Dalam Rumah
Gejala leptospirosis dapat berkisar dari sakit kepala ringan, nyeri otot, dan demam hingga pendarahan hebat di paru-paru.
Dalam beberapa kasus, bisa tidak muncul gejala sama sekali.
Jika tidak segera diobati, leptospirosis dapat menyebabkan kerusakan ginjal, meningitis (radang selaput otak dan sumsum tulang belakang), penyakit pernapasan, gagal hati, dan bahkan kematian.
Data terakhir dari Kemenkes, hingga November 2014, ada 435 kasus dengan 62 kematian akibat leptospirosis.
Baca Juga: Ngeri, Virus Mematikan Ini Menyerang Satu Keluarga, Begini Cara Pencegahannya
4. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)
Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) adalah infeksi yang terjadi pada saluran pernapasan seperti hidung, tenggorokan, atau paru-paru.
Gejala utama dapat berupa gejala flu umum, batuk dan demam yang dapat disertai sesak napas atau nyeri dada.
Biasanya infeksi ini disebabkan oleh virus, bakteri atau organisme lain yang datang dari lingkungan tak sehat.
ISPA bisa dengan mudah ditularkan melalui air ludah, darah, bersin, udara, dan lainnya.
Baca Juga: Jangan Anggap Sepele, 5 Hal yang Sering Kita Alami ini Ternyata Gejala ISPA
5. Malaria
Genangan air disebabkan oleh hujan deras atau luapan sungai dapat bertindak sebagai tempat berkembang biak nyamuk, dan karena itu meningkatkan potensi paparan dari populasi korban bencana dan tenaga sukarelawan terhadap infeksi seperti demam berdarah, Japanese encephalitis, dan malaria.
Penyakit yang ditularkan nyamuk sulit untuk dicegah, terutama selama bencana.
Gejala malaria termasuk demam, menggigil dan kelelahan.
Jika tidak diobati, malaria dapat berakibat fatal karena mengganggu pasokan darah ke organ vital.
Kabar baiknya, permasalahan malaria di Indonesia saat ini cenderung menurun lumayan drastis.
Pada tahun 2010, di Indonesia terdapat 465.764 kasus positif malaria dan angka ini dilaporkan menurun pada tahun 2015 menjadi 209.413 kasus.
Selain itu, sekitar 74% penduduk Indonesia kini hidup di daerah bebas penularan malaria.
Baca Juga: Sembuh Corona, Aktor Daniel Kim Sebut Obat Anti Malaria Manjur untuk Sembuhkan Virus Covid-19
View this post on Instagram
6. Demam tifoid (tipes)
Sekadar mengingatkan, demam tifoid (tipes) tidaklah sama dengan tifus yang selama ini kita pahami.
Demam typhoid (tipes) adalah infeksi usus halus yang disebabkan oleh bakteri Salmonella dalam feses atau kotoran binatang, yang menginfeksi manusia melalui air dan makanan yang tercemar.
Tifus adalah penyakit lain yang disebabkan oleh bakteri Rickettsia, tidak ada di Indonesia.
Baca Juga: Begini Perbedaan Gejala Demam karena DBD dan Tifus, Jangan Salah Nilai
Demam tifoid biasanya ditandai dengan sakit kepala, mual, demam berkepanjangan, kehilangan nafsu makan, bahkan diare.
Berdasarkan data Kemenkes, angka penderita demam tifoid di Indonesia mencapai 81% per seratus ribu jiwa.
Selain enam penyakit di atas, penyakit lain yang harus Anda waspadai termasuk hipotermia, tetanus, Hepatitis A, penyakit kulit, alergi, penyakit yang dibawa oleh kutu dan tungau, hingga perburukan penyakit kronis yang mungkin sudah diderita.
Baca Juga: Cegah Bahaya, Kenali Seluk Beluk Fase Kritis Demam Berdarah di Sini
Selain itu, daerah banjir mungkin berisiko bahaya kesetrum atau kebakaran akibat aliran listrik korslet.
Dapatkan pembahasan yang lebih lengkap dan mendalam di Tabloid NOVA.
Yuk, langsung langganan bebas repot di Grid Store.(*)
Atlet New Balance Triyaningsih Berhasil Taklukan Kompetisi TCS New York City Marathon 2024
KOMENTAR