NOVA.id - Eijkman Institute atau Lembaga Eijkman adalah salah satu lembaga penelitian paling bergengsi dan diakui secara internasional yang pernah berdiri di Indonesia.
Sejarah Lembaga Eijkman dilansir dari situs resmi Eijkman Institute, telah ada sejak 1888 sebagai tempat lahir Ilmu Vitamin dan Kedokteran Tropis di Hindia Belanda.
Lembaga ini bermula dari yayasan pada 1888 sebagai Laboratorium Penelitian untuk Patologi dan Bakteriologi.
Lembaga Biologi Molekuler Eijkman (LBM Eijkman) adalah salah satu lembaga yang diintegrasikan ke dalam Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
Selanjutnya, nama LBM Eijkman per September 2021 juga diubah menjadi Pusat Riset Biologi Molekuler (PRBM) Eijkman.
“Masuknya Lembaga Biologi Molekuler Eijkman kepada BRIN yang menjadi Pusat Riset Biologi Molekuler Eijkman maka kompetensi para periset biologi molekuler akan semakin meningkat,” ujar Kepala BRIN, Laksana Tri Handoko.
Selanjutnya, fasilitas penelitian yang selama ini berada di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), nantinya akan dipusatkan di Gedung Genomik di Cibinong Science Center (CSC), yang merupakan fasilitas penelitian yang selama ini milik Kementerian Kesehatan.
Sejarah dan Profil Eijkman
Lembaga Eijkman (Eijkman Institute) menggunakan nama Christiaan Eijkman, sang direktur pertama pada lembaga penelitian tersebut sekaligus pemenang Hadiah Nobel pada akhir abad ke-19.
Dikutip dari situs resmi Nobel Prize, Christiaan Eijkman lahir pada 11 Agustus 1858 di Nijkerk, Belanda (Gelderland atau The Netherlands) dan meninggal pada 5 November 1930 di Utrecht, Belanda.
Chistiaan Eijkman memenangkan Hadiah Nobel dalam bidang Fisiologi atau Kedokteran bersama Sir Frederick Hopkins pada 1929 karena penemuannya akan vitamin.
Melansir Encyclopaedia Britannica, Eijkman adalah dokter dan ahli patologi Belanda yang menunjukkan keterkaitan antara pola makan buruk menyebabkan beri-beri dan berujung pada penemuan vitamin.
Baca Juga: Jadi Joki Vaksin, Pria Ini Ngaku Disuntik Vaksin 16 Kali, Apa Efeknya?
Eijkman menerima gelar dokter dari University of Amsterdam pada 1883 dan menjabat sebagai petugas medis di Hindia Belanda (1883-1885).
Ia bekerja dengan Robert Koch di Berlin pada penelitian bakteriologis dan kembali ke Jawa pada 1886 untuk menyelidiki penyebab beri-beri.
Eijkman diangkat sebagai direktur laboratorium penelitian untuk anatomi patologis dan bakteriologi dari Sekolah Kedokteran Jawa di Batavia (Jakarta).
Pada 1890, terjadi polineuritis pada ayam-ayam yang dijadikan percobaan. Eijkman melihat kemiripan mencolok yang terjadi pada ayam-ayam dan polineuritis yang terjadi pada beri-beri.
Baca Juga: Sempat Panik dan Histeris hingga Menangis Waktu Divaksin, Ayu Ting Ting Sigap Tenangkan Bilqis
Penyakit beri-beri menyerang penduduk di Pulau Jawa yang membuat otot tubuh melemah. Jika ditekan jari otot tidak segera kembali kenyal seperti semula.
Gejala pelemahan otot ini disertai hilangnya nafsu makan. Akibatnya orang menjadi lesu dan hilang kesadaran bahkan meninggal karena serangan jantung.
Eijkman berhasil menunjukkan bahwa kondisi tersebut disebabkan makanan unggas yang menggunakan beras yang diberi pemutih.
Baca Juga: Menyebar Sangat Cepat, Dirjen WHO Sebut Vaksin Saja Tak Cukup Lawan Omicron
Eijkman yakin, polineuritis disebabkan oleh zat kimia beracun, kemungkinan berasal dari mikroorganisme pada usus akibat nasi dari beras yang diputihkan tersebut.
Penelitian Eijkman menunjukkan beras yang diputihkan yang menjadi kesukaan orang Jawa ternyata kandungan nutrisinya rendah.
Sedangkan beras yang digiling biasa justru lebih bernutrisi. Karena terdapat lapisan kecoklatan di beras yang terdapat zat gizi yang kemudian diberi nama vitamin B1.
Baca Juga: Waspada Efek Samping Vaksin Anak, Ini yang Harus Dilakukan Orangtua
Sejarah Lembaga Eijkman
Pada 1888 pemerintah Belanda mendirikan Genneskundig Laboratorium, yakni sebagai Laboratorium Penelitian Patologi dan Bakteriologi.
Laboratorium ini dipimpin oleh Christiaan Eijkman sebagai direktur pertama pada 15 Januari 1888.
Saat itu, Eijkman berhasil melakukan penemuan besar mengenai hubungan antara kekurangan vitamin B1 dan penyakit beri-beri.
Baca Juga: Peneliti Sebut Ada 5 Gejala Varian Omicron yang Sering Dirasakan Pasien, Apa Saja?
Pada 1929 Eijkman mendapatkan Hadiah Nobel atas karya hasil penemuannya yang menjadi dasar konsep penemuan vitamin.
Pada 1938 saat peringatan 50 tahun berdirinya lembaga ini, nama Eijkman ditetapkan sebagai nama resmi lembaga sebagai bentuk penghargaan terhadap Christiaan Eijkman.
Kepala Laboratotium Medis Pusat dipimpin oleh Prof. Dr. Achmad Mochtar.
Pada saat itu, Lembaga Eijkman merupakan pusat pengobatan tropis yang terkenal di dunia, namun pada 1960 lembaga ini ditutup karena gejolak ekonomi dan politik di Indonesia.
Baca Juga: Masjidil Haram di Mekah Kembali Menerapkan Social Distancing karena Kasus Covid-19 Meningkat
View this post on Instagram
Pada 1990, Menteri Riset dan Teknologi BJ Habibie menggagas untuk membuka kembali Lembaga Eijkman.
Kemudian gagasan tersebut direalisasikan dengan disahkan oleh Presiden Soeharto pada saat peringatan seratus tahun penemuan Christiaan Eijkman tentang kekurangan vitamin B1 sebagai penyebab penyakit beri-beri pada Desember 1990.
Pada Juli 1992, secara resmi Lembaga Molekuler Eijkman berdiri kembali dan pada April 1993 mulai beroperasi.
Baca Juga: Bertambah Jadi 5 Kasus, Ini Cara Mencegah Penularan Omicron Menurut Ahli
Presiden Soeharto meresmikan lembaga ini pada 19 September 1995. Lembaga Eijkman terletak di Jakarta Pusat dengan luas bangun 5.500 meter persegi.
Didirikannya kembali Lembaga Eijkman ini dikarenakan adanya kebutuhan Indonesia terhadap suatu lembaga penelitian biomedis yang mampu memanfaatkan pertumbuhan substansial pengetahuan dan perkembangan teknologi yang telah dibuat dalam biologi sel molekuler.
Handoko mengatakan terintegrasinya Kemristek dan 4 LPNK ke BRIN, status LBM Eijkman telah dilembagakan menjadi unit kerja resmi yakni Pusat Riset Biologi Molekuler Eijkman di bawah Organisasi Riset Ilmu Pengetahuan Hayati.
Baca Juga: Varian Omicron Masuk Indonesia, Lindungi Diri dengan Jenis Masker yang Tepat
Dengan status tersebut, maka menurutnya para periset di LBM Eijkman bisa diangkat menjadi peneliti dengan mendapat segala hak finansialnya.
Dapatkan pembahasan yang lebih lengkap dan mendalam di Tabloid NOVA.
Yuk, langsung langganan bebas repot di Grid Store.(*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Sejarah Lembaga Eijkman yang Kini Dilebur dengan BRIN
KOMENTAR