Karena di usia setara pendidikan akhir SD dan awal SMP, secara psikologis anak sensitif terhadap apa yang ia anggap sebagai tanggapan orang lain, utamanya teman seusia (peer group-nya).
Apalagi ditambah sensitivitasnya yang lumayan tinggi, sehingga apa yang kalau menimpa adiknya dianggap biasa saja, untuk si Kakak mampu menorehkan rasa tak nyaman yang mendalam.
Tahapan perkembangan di usia awal remaja, plus kecenderungan berperilaku yang tertutup, sukar bicara terbuka tentang diri sendiri, serta minim sahabat tempat bisa curhat, membuat masukan-masukan dari lingkungannya menjadi amat terbatas.
Kalau ia periang dan gaul, teman-temannya tentu leluasa “ngeledek”, misalnya, “Hooi.. preman jemputan sudah datang!” Dan dia pun senyum saja, karen secara objektif dia tahu ayahnya bukan preman.
Mengingatkan Tanpa Kecaman
Nah, dengan pemahaman ini, cobalah mulai melakukan pendekatan-pendekatan yang tidak berisikan nasihat dan kritik, apalagi kecaman tentang opininya terhadap ayah.
Mulailah dengan rajin mengingatkan anak, seperti saat ia sakit, apa yang ibu dan ayahnya lakukan, yaitu upaya kesembuhan yang bermakna dana yang tidak sedikit. Tapi tanpa kesan minta balas budi, ya.
Ceritakan juga bahwa ayahnya menukarkan kenyamanan kerja kantoran dengan jadi sopir truk, juga soal kemajuan bisnisnya.
Yang penting, jangan ada hari tanpa memasukkan ke dalam benaknya, betapa beruntungnya dia memiliki orang tua yang cinta padanya.
Pada saat bersamaan, ajak melihat sekeliling, di mana ada keluarga yang lebih berkekurangan, walau sudah kerja keras memenuhi tanggung jawab.
Juga ajak lihat teman yang kaya raya tetapi...
Baca Juga: Enggak Perlu ke Klinik Kecantikan, Konsultasi Online Bisa Membantu Rawat Kulit di Rumah!
Penulis | : | Made Mardiani Kardha |
Editor | : | Made Mardiani Kardha |
KOMENTAR