Tak pernah lebih dari 15 menit, dia sudah mengetuk dan menyerahkan lagi anak- anak ke saya. Padahal sehari penuh, waktu dia bekerja, saya bergumul dengan segala tingkah polah anak-anaknya. Tak ada rasanya, keinginan suami untuk membantu mengasuh anaknya sendiri.
Mempertahankan kepala supaya tetap ada di atas genangan lumpur hisap agar tetap bisa bernapas, begitu barangkali gambaran kondisi saya saat ini.
Tak bisa punya me time, baby sitter, dan suami hampir tak pernah mau berbagi dalam pengasuhan anak. Kadang air mata menetes begitu saja, tapi kemudian tergelak karena anak-anak menggelantungi saya dan bertanya, “Mama kenapa?”
Duh, siapa, sih, ibu yang tak senang?
Di grup WA keluarga, saya yang paling jarang muncul karena saat anak- anak tertidur, saya juga ikut tidur, mencuri kesempatan supaya tidak pusing karena kurang tidur.
Bu Rieny punya kiat jitu buat saya? Lelah rasanya, Bu, berada dalam perkawinan seperti ini. Terima kasih.
Jawab Dra. Rieny Hassan, Psikolog
Yth. Ibu Nendra, Terbayang oleh saya, betapa lelah Anda menjalani hari-hari dalam hidup Anda selama ini.
Tetapi ada juga keheranan saya, sebegitu mandirinya Anda di masa gadis, kok, sekarang bisa sedemikian berubahnya mengikuti kelaziman di keluarga besar suami?
Padahal, suami, kan, punya penghasilan mandiri yang membuat dia sebenarnya tak harus ikut dan menuruti semua anjuran keluarganya.
Menurut saya itu bukan aturan, karena kalau aturan itu jelas sanksinya dan jelas dibuat untuk mengatur apa.
Baca Juga: Konsultasi Psikologi: Aku Pusing Mengasuh Adik yang Ingin Jadi Bintang
Penulis | : | Rieny Hassan |
Editor | : | Maria Ermilinda Hayon |
KOMENTAR