Memasuki Sokaraja, tak jauh dari pusat kota Purwokerto arah timur, lirik lagu langgam Jawa Getuk Goreng yang dinyanyikan penyanyi legendaris Waljinah langsung membayang. Di Sokaraja terdapat begitu banyak kios yang menjajakan getuk goreng yang masih dibungkus dengan kemasan tradisionalnya, yakni menggunakan besek atau kotak terbuat dari anyaman bambu.
Selain itu, Sokaraja yang terkenal sebagai pusat oleh-oleh juga menghadirkan tempe mendoan, soto dan aneka camilan lainnya. Di sepanjang jalan pula, pedagang menawarkan penganan yang sama.
Tela Asli, Komplet dan Penuh Inovasi
Salah satu pusat getuk goreng yang ramai dan membuat pengunjung semringah adalah Tela Asli milik Drs. Prasetyo Budhi Harjanto (43). Pria yang akrab dipanggil Budhi ini sudah menekuni usaha ini sejak tahun 1992. "Saya memulai usaha sejak muda, waktu itu umur masih 21 tahun. Saya merintisnya dari yang semula produksi cuma 10 kilo, sekarang alhamdulillah semakin besar," ucap pemilik toko yang beralamat di Jalan Jenderal Soedirman ini.
Dikisahkan Budhi, getuk goreng memang jajanan legendaris yang sudah turun temurun. Bahkan, sudah ada sejak zaman kolonial Belanda. Semula, getuk goreng original berbalut manis gula merah. Namun, sejak empat tahun lalu, Budhi berinovasi soal rasa.
"Awalnya, semua masih menawarkan getuk goreng yang original. Nah, empat tahun lalu, saya berpikir untuk menambahkan rasa buah pada getuk goreng olahan saya. Ada rasa cokelat, durian, nangka. Ternyata responsnya bagus. Makanya tertulis jelas, getuk goreng Tela Asli pelopor untuk getuk yang punya banyak rasa," ujarnya bangga.
Menurut Budhi, Sokaraja yang terkenal dengan getuk goreng memang membuat para pendatang terus berdatangan ke tokonya untuk membeli oleh-oleh. Harga yang ditawarkan cukup murah, mulai dari Rp15.000. "Harga mesti bersaing. Di sini kan perajin banyak sekali. Tapi, saya cukup bangga sebagai pelopor getuk goreng aneka rasa. Getuk olahan milik saya juga lebih empuk dan kenyal," kata Budhi bepromosi.
Sedikit membocorkan rahasia, Budhi mengaku menggunakan dua metode untuk mengolah getuk goreng kaya rasa miliknya. "Pertama, saya menggunakan mesin. Kemudian agar lebih halus, saya juga memprosesnya secara manual agar lebih empuk," sahutnya.
Budhi mengaku mendapatkan keuntungan banyak saat musim liburan dan Lebaran. "Dalam sehari bisa produksi sampai 100 kilo. Pas Lebaran atau liburan itu bisa empat kali lipat permintaan yang datang. Jadi, ramainya, ya, pas musim tertentu," kata Budhi.
Soal kemasan, wadah besek menjadi ciri khas. Namun, Budhi juga mengemas produknya dengan lebih baik. "Dulu, sih, cuma pake fotokopian saja. Sekarang di besek sudah dicetak dan full color. Biar bagus untuk oleh-oleh," tuturnya.
Budhi pun cukup bangga karena getuk goreng miliknya sudah sampai luar kota. Pengirimannya hingga ke Kalimantan, Sumatera, Papua. Beberapa TKI yang pulang, kemudian kembali ke tempat kerja, juga membawa getuk goreng sebagai oleh-oleh khas Sokaraja. Jadi sudah sampai luar negeri juga," jelas Budhi.
Budhi juga melengkapi tokonya dengan berbagai camilan kering lain khas Banyumasan. "Saya juga jualan tempe mendoan dan sekarang di sudut kanan itu saya menyediakan kaus. Pokoknya semua bisa dicari di sini. Enggak perlu repot lagi harus kemana-mana kalau beli oleh-oleh," sahutnya penuh semangat.
Swita A. Hapsari
Atlet New Balance Triyaningsih Berhasil Taklukan Kompetisi TCS New York City Marathon 2024
KOMENTAR