Nama Sunan Ampel, salah seorang dari Wali Songo yang menyebarkan agama Islam di Tanah Jawa sudah tidak asing lagi. Setiap hari, makam Sunan Ampel yang berada di kawasan Jl. Ampel, Surabaya, menjadi tujuan bagi para peziarah yang datang dari berbagai daerah.
Selain makam Sunan Ampel dan kerabatnya, salah satu bangunan yang memiliki nilai history tinggi adalah Masjid Ampel. Letaknya bersebelahan dengan makam sunan yang memiliki nama asli Raden Rahmat yang lahir tahun 1401 dan wafat 1481 tersebut.
Makam Sunan Ampel berlokasi di kawasan kota lama Surabaya yang banyak dihuni oleh etnis Arab. Menariknya, ketika mengunjungi makam dan masjid Sunan Ampel, pengunjung disuguhi aneka macam kerajinan atau busana yang berbau Islami. Tak ketinggalan, tentu kulinernya.
Di kawasan Ampel banyak dijumpai penjual makanan dengan menu khas Timur Tengah. Mulai kambing oven, gule maryam, nasi kebuli, sampai kopi arab. "Semua jenis makanan yang berbau Timur Tengah ini tidak bisa lepas dari keberadaan makam Sunan Ampel yang memang tidak jauh dari sini," kata Husni Bahanan (46) pemilik Rumah Makan Madinah, salah satu rumah makan dengan menu Timur Tengah yang paling tersohor.
Menurut Husni, yang rumah makannya yang terletak di Jl. KH. Mansyur, Surabaya, atau beberapa ratus meter dari makam Sunan Ampel, rumah makan miliknya menyajikan beberapa jenis makanan khas Timur Tengah. Mulai dari kambing oven, nasi kebuli, sampai kopi arab.
"Dari sekian menu, yang paling terkenal dari sini adalah kambing oven. Banyak, lo, pejabat dan kaum selebritas tanah air yang ke sini. Bahkan, turis dari luar negeri juga datang ke mari untuk mencicipi," kata Husni.
Inspirasi dari Ibadah Haji
Husni menuturkan, rumah makan yang dikelolanya ini didirikan oleh ayahnya bernama Luthfi Bayaksut pada tahun 1972. Ceritanya, pada tahun tersebut ayahnya tengah menjalankan ibadah haji ke Mekah bersama ibunya Chusnah. Ketika di Mekah dan hendak ke Madinah, ayahnya yang sehari-hari sebagai pedagang makanan kering itu melihat ada penjual makanan kambing asap. Cara mengasap atau mengovennya terlihat unik. Kambing dimasukkan ke sejenis gentong gerabah, kemudian gentong itu diasapi dengan api.
Melihat itu, ayahnya terinspirasi untuk meniru sesampai di rumah dan menjadikannya lahan usaha. Bahkan, Luthfi sudah memikirkan bumbu rempah-rempah. Ia pun yakin, kambing yang kelak dimasaknya pasti akan lebih lezat. Setiba di rumah, sang ayah dibantu ibunya yang jago masak, langsung praktik kambing asap. Tak sekadar meniru, tapi sekaligus menyempurnakan cara pengolahannya.
Caranya, setelah kambing pilihan disembelih, kemudian dipotong-potong dan diberi rempah-rempah pilihan yang sudah diolah. Setelah itu, potongan daging kambing itu dimasukkan dalam oven dengan derajat panas tertentu selama 3 jam. Setelah keluar dari oven, kemudian dibakar lagi selama 5 menit. Baru kemudian disajikan dengan bumbu kacang dan kecap.
"Dengan olahan seperti ini ditanggung sama sekali tidak berbau sekaligus tak berlemak," papar Husni menjelaskan setiap masakannya sama sekali tak menggunakan santan maupun jerohan sehingga aman untuk kesehatan.
Orangtua Husni pun membuka warung makan Madinah di Jl. KH Mas Mansyur. Usahanya tak sia-sia. Makin lama usaha rumah makannya makin berkembang pesat dan terus bertahan sampai sekarang. Tamu yang datang berasal dari berbagai suku bangsa dan etnis. "Orang dari Singapura, Tiongkok, datang ke mari untuk makan kambing oven kami," ujar Husni yang meneruskan usaha ayahnya.
Yang tak kalah pentingnya, lanjut Husni, kelezatan masakan juga ditentukan jenis usia kambing yang akan disembelih. "Teknik menyembelihnya juga harus benar. Khusus untuk menyembelih, saya sudah punya langganan," jelas Husni yang saat ini rata-rata menghabiskan seekor kambing per hari.
Ternyata Ini Usia Ideal si Kecil Pisah Kamar dan Cara Agar Anak Mau Tidur Sendiri
KOMENTAR