Tak Mau Pindah Dari Marriott
"Ayah mau berangkat pukul 04.00 karena harus tugas jam 06.00," begitu kata Dadang Hidayat (36) pada sang istri, Dwi Susanti (31). Jumat (17/7) itu, ayah dua anak yang bekerja sebagai penyelia di Restoran Red Hot, lantai 1 Hotel JW. Marriott, berangkat tanpa perasaan aneh.
Ketika kemudian berita tentang bom meledak di tempat suaminya bekerja, Dwi baru saja mengantar si sulung, Khansa Syahla Hidayat, ke sekolah. "Saya ditelepon kakak. Langsung saya kontak suami. Bolak-balik ditelepon, enggak bisa." Dwi lalu mengubungi Johana, atasan Dadang. "Katanya, suami saya dibawa ke RS. Saya bingung sekali. Mau menyusul ke RS, anak masih di sekolah. Mana tak ada pembantu. Untung Pak RT menawarkan bantuan mengantar saya ke RS."
Di RSPP, Dwi mendapati Bambang baru sadar dari bius penghilang rasa sakit yang diberikan RS MMC, yang merawat Dadang kali pertama. "Matanya bengkak. Dia hanya mengenali saya dari suara dan bentuk badan. Penglihatannya kabur. Saya sempat khawatir melihat luka-lukanya. Mukanya hancur dan melepuh. Saya cuma bisa menangis."
Ketika kesadarannya pulih, Dadang berkisah, ia tengah membantu mendiang Evert Mocodompis, Captain Banquet JW Marriott, saat seorang lelaki yang tidak dikenal masuk ke restoran. Ia sempat curiga dan melarang lelaki bertopi itu mendekati tamu-tamunya. Karena berdalih hendak mengantarkan pesanan bosnya, Dadang tak bisa apa-apa. Jarak Dadang dengan pria itu, sekitar empat meter. Tiba-tiba terdengar dentuman keras. Duaarr! Dadang pun melihat bola api.
Hingga kini, kondisi jebolan STM Pertanian itu masih memprihatinkan. Ia belum bisa keluar dari ruang steril RSPP. Tak seorang pun diizinkan mendekatinya. "Cuma hari Jumat itu saja kami bisa mendekat setelah dia dimandikan. Sesudah itu, dimasukkan ke ruang steril."
Meski demikian, mereka bisa berkomunikasi lewat telepon yang khusus dipasang pihak RS. Selain dahi, tangan kiri, paha, dan dadanya terbakar, retina kiri Dadang juga sobek. Tulang iga kirinya patah. Senin (20/7), mata Dadang sudah bisa sedikit terbuka lantaran bengkaknya mulai mengempis. Perban di wajah juga sudah dibuka. "Makannya sudah nasi. Cuma buang air masih lewat kateter. Tangannya masih diperban. Ada kelingking yang bolong kena kawat pemicu bom," ujar Dwi.
Perempuan ini juga bertutur, keluarganya sangat bersyukur karena suaminya, lagi-lagi, lolos dari maut. "Tahun 2003, ketika Marriott diserang bom bunuh diri, suami saya baru beberapa menit saja meninggalkan ballroom untuk salat. Saat wudu, tempatnya berpijak goncang. Dia tidak sadar itu akibat serangan bom. Untung ada orang mengajak lari. Nah, temannya yang masih tinggal di ballroom itu meninggal."
Kapokkah gerangan Dadang bekerja di Marriot? "Enggak! Dia senang, kok, kerja di bagian banquet. Dia sering bilang, tak mau dipindah ke bagian lain. Pada teman--temannya yang menjenguk, dia selalu berpesan, harus tetap semangat bekerja. Dia hanya minta didoakan agar cepat sembuh."
KOMENTAR