"Mbah kesal karena kemarin ada sebuah stasiun teve yang nekat mengambil gambarnya. Padahal, Mbah enggak mau, bahkan sampai menutupi wajahnya," kata seorang wartawan di sana.
Usai salat, si Mbah yang saat itu berbaju koko warna kuning keemasan, mempertegas keengganannya. "Jangan difoto! Nanti saya kasih gambar diri saja," katanya sambil menjabat tangan NOVA. Lalu bergegas masuk ke dalam rumah, diikuti dua pria. Para wartawan patuh tidak memotretnya. Entah firasat apa yang didapat juru kunci itu sampai tak mau diwawancara apalagi difoto.
Hanya beberapa saat kemudian, tiba-tiba kabut menyelimuti kawasan rumah Mbah Maridjan. Merapi pun mulai tertutupi kabut. Seperti mendapat pengusiran "halus" dari si Mbah, satu per satu wartawan angkat kaki dari rumahnya. Hanya ada dua pria yang memasuki rumah dan menjadi tamu terakhir si Mbah serta keluarganya.
Sekitar satu jam kemudian, Merapi meletus. Wedhus gembel bersuhu lebih dari 600 derajat Celcius menyapu seluruh makhluk yang dilewatinya dan meluluhlantakkan segalanya. Termasuk Mbah Maridjan...
Ditemukan dalam kondisi sujud, jenazah Mbah Maridjan kemudian disemayamkan dan dimakamkan dalam kondisi lurus. Terpisah dengan korban-korban lainnya yang dimakamkan secara massal di Sidorejo, jasad juru kunci Merapi itu dimakamkan di Srunen, bersama jenazah sang adik, Udi Sutrisno (63), dan keponakannya, Narudi (30), yang juga menjadi korban wedhus gembel. Sebelumnya, jenazah disalatkan di Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta.
Pemakaman pria sepuh sederhana yang menjadi bintang iklan minuman berenergi itu dihadiri sejumlah tokoh seperti Aburizal Bakrie dan putri Gus Dur, Alissa Wahid. Selain itu, ratusan warga pun ikut menjejali prosesi pemakaman Mbaj Maridjan. Sebagian besar warga bahkan datang dari luar lereng Merapi.
Seorang warga dari Janti, Yogyakarta, Sohib (27), misalnya, mengaku tak pernah mengenal Mbah Maridjan secara pribadi. Namun ia sengaja datang untuk melihat langsung dan ikut mendoakan, "Ikut kirim Al-Fathihah saja buat Mbah," katanya.
Sebagian peziarah juga merupakan anak-anak muda yang kerap mendaki Gunung Merapi. "Mbah Maridjan dekat sekali dengan anak-anak muda yang suka naik Gunung Merapi. Kalau tidak mendapat izin naik, mereka tidak berani naik," ujar Farhan (48), seorang warga Yogyakarta.
Puluhan karangan bunga menghiasi pemakaman. Banyak di antaranya datang dari orang-orang penting tanah air. Mulai dari Bupati Sleman hingga Kapolri. Belasan wartawan media asing pun tak ketinggalan ikut meliput dan menyiarkan pemakaman sosok pria yang identik dengan gunung berapi paling aktif di dunia itu.
Sosok unik Mbah Maridjan memang amat mencuri perhatian. Keteguhan sikapnya untuk tidak meninggalkan Gunung Merapi di saat yang paling berbahaya pun menuai pro dan kontra. Lalu, siapa yang bakal menggantikan Mbah Maridjan menjadi juru kunci Merapi? Akankah ia akan melegenda seperti halnya si Mbah?
Intan, Tarmizi, Sita
KOMENTAR