Bullying di sekolah masih menjadi topik hangat. Tak heran, kasusnya tampak semakin banyak dan seringkali terjadi pada lingkup anak yang masih kecil. Mengingat dampaknya cukup bahaya, Anda perlu mengenali ciri anak korban bullying.
Baca: Tak Tahan Dibully, Gadis Ini Pilih Bunuh Diri
Tapi sebelumnya, apa itu bullying?
Menurut Pengamat Kejahatan Anak & Remaja, Lia Sutisna Latif, M.Psi., Psi., CGI., sebenarnya tidak ada definisi yang harafiah untuk menjelaskan secara spesifik pengertian dari bullying. “Namun, kita dapat deskripsikan sebagai perilaku yang melibatkan tindakan dan ucapan yang berisi muatan agresivitas yang ditujukan ke anak atau remaja yang memiliki karakteristik tertentu,” papar ahli psikologi kriminal dan pengajar Forensik Kepolisian Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (STIK/PTIK) ini.
Bullying dinilai sebagai perilaku yang menyakiti dan memalukan anak/remaja lain, seperti mengeluarkan kata-kata kasar, mendorong, atau bahkan meminta (korban) untuk melakukan tindakan sesuai perintah pelaku bully. Tindakan bully kerap terjadi berulang bahkan mampu menjatuhkan self esteem si anak/remaja yang menjadi korban.
Biasanya bully terjadi pada saat anak mulai memasuki lingkungan baru seperti sekolah atau tempat tinggal baru. Di saat inilah anak mulai belajar beradaptasi dengan lingkungan dan orang-orang seusianya. Namun tak ada patokan, mulai usia berapa umumnya anak/remaja mengalami bully.
Bagaimana ciri anak korban bullying?
Ciri anak yang menjadi korban bully biasanya adalah mereka yang dianggap “lemah” secara psikologis. Lemah secara psikologis bisa berarti macam-macam, seperti suka menyendiri, anak yang jumlah temannya sangat sedikit, anak/remaja yang dianggap “kurang terkenal” di kalangan teman lainnya, anak/remaja yang memiliki keahlian/keterampilan yang dianggap tidak tren di kalangannya atau beda minat dan ketertarikan.
Baca: 7 Hal Bila Anak Perempuan Anda Menjadi Korban Bullying
“Misal, ketika anak/remaja lain sibuk membahas gadget terbaru, ia lebih tertarik membahas fenomena terjadinya asap kebakaran hutan,” ujarnya menjelaskan ciri anak korban bullying.
Nah, dampak yang muncul pada korban bully bisa beragam tergantung usia dan seberapa besar perilaku bully yang didapat. “Di antaranya, merasa tidak senang jika berkumpul dengan teman-temannya, sering bolos atau takut pergi ke sekolah/lingkungan dekat rumah, prestasi sekolah menurun, menarik diri, depresi, bahkan sampai bunuh diri.”
Bila Anda merasa menemukan ciri anak korban bullying pada buah hati, sebaiknya segera tanyakan dengan perlahan dan lakukan upaya penanganan terhadap korban bullying.
Penanganan terhadap korban bullying:
1. Jika terjadi di lingkungan sekolah, konselor sekolah, wali kelas, dan kepala sekolah harus segera bertindak menangani kasus ini. Konselor atau psikolog sekolah berperan sebagai mediator dan memberi penanganan psikologis terhadap korban, seperti perasaan takut terhadap pelaku.
Baca: 5 Cara Hindari Anak Jadi Korban Bullying
2. Orangtua perlu mendalami karakter anak dan kondisi sekitarnya. Misalnya, mengenali bila anak berubah jadi pendiam. Lakukan komunikasi mendalam tanpa menghakimi. “Intinya, orangtua perlu memahami anak, minatnya dan dinamika psikologisnya. Misalnya, apa saja pemicu yang membuat si kakak mudah sekali marah, apa yang selama ini sering menjadi keresahan si adik, dan lain sebagainya. Dalam hal ini, penting dilakukan komunikasi intensif terhadap anak secara adil dan merata. Orangtua siap menjadi pendengar untuk mereka, bagaimana di dunia sekolahnya, adakah masalah dalam pertemanan dan lainnya.”
3. Bila terbukti ia adalah anak yang menjadi korban bullying, Berikan anak dukungan dan masukan bagaimana ia menghadapi lingkungan dan teman-temannya yang dominan atau teman-teman yang membuatnya tidak nyaman.
4. Jika bullying terjadi di lingkungan rumah atau sibling rivalry, orangtua perlu bersikap adil dalam menyikapi perselisihan antara kakak adik, serta menanamkan nilai kasih sayang dan kekompakkan di antara mereka.
5. Orangtua perlu membangun rasa percaya diri anak serta beri penghargaan agar anak merasa berharga di hadapan orang lain.
7. Tanamkan kemandirian anak dalam keberanian mengambil keputusan dan penyelesaian masalah dengan temannya. Misalnya, kapan anak harus bicara baik-baik, menghiraukan perilaku bullying, atau segera melaporkan pada guru dan orangtua.
Hilman Hilmansyah
KOMENTAR