Lurik mulai meredup ketika zaman Orde Baru.
Menurut Rahmat, mulai era Presiden Soeharto, modernisasi di segala bidang untuk mendukung pembangunan dilakukan dengan gencar.
Imbasnya industri tenun ATBM mulai tergantikan dengan mesin.
“Masa keemasan lurik ATBM sudah lewat. Pamornya mulai turun sejak zaman Pak Harto, lewat modernisasi dan konglomerasi,” kata Rahmat.
(Baca juga: Cantik! Begini Penampilan Dinda, Atlet Panah Indonesia Pakai Batik)
Kondisi itu didukung dengan semakin sedikitnya para pengrajin lurik. Regenerasi pengrajin mandek. Anak-anak muda lebih memilih untuk bekerja di pabrik.
“Pengrajinnya sudah tua-tua. Dari Pedan saja bisa dihitung dengan jari,” seloroh Rahmat.
Walau diterpa dengan deru mesin, Rahmat memilih untuk bertahan dengan ATBM-nya.
Bagi dia, tetap menggunakan cara-cara yang tradisional itu serupa dengan melestarikan tradisi.
(Baca juga: Dari Anang Hingga Ayu Tingting, Ini Deretan Keluarga Artis dengan Busana Muslim saat Iduladha)
Penulis | : | Healza Kurnia |
Editor | : | Dionysia Mayang Rintani |
KOMENTAR