“Saya memilih bertahan, karena lurik ATBM harus lestari. Bagi saya ini (bertahan dengan ATBM) tidak hanya berhubungan dengan uang,” ucap lelaki yang berusia 86 tahun ini serius.
Hingga saat ini, terhitung tak lebih dari 5 orang Pedan yang jadi pengusaha lurik.
Rahmat masih bertahan dengan 50 oklaknya, meski hanya 15 oklak yang dioperasikan.
Jika dihitung-hitung, satu pekerja bisa menghasikan kain lurik 6-8 meter per hari.
(Baca juga: Mengalami Luka Tembak, Perempuan Ini Dapat Wajah Baru, Seperti Apa?)
Bandingkan dengan mesin, setiap hari bisa menghasilkan lurik hingga ratusan meter.
“Tapi kalau menggunakan ATBM, kelebihannya adalah pembeli bisa memesan lurik dalam jumlah yang tidak banyak. Makanya pengusaha yang menggunakan mesin tenun bakal over produksi jika pasar sedang sepi,” ungkap Rahmat.
Bertahan dengan cara pembuatan yang otentik, nyata-nyata tak membuat lurik tenunan Rahmat sepi pesanan.
Hasil kerajinan luriknya sudah melanglang buana memenuhi pesanannya di seluruh Nusantara.
(Baca juga: Sapi Inul Menangis Sebelum Disembelih, Begini Cara Inul Menghiburnya)
Penulis | : | Healza Kurnia |
Editor | : | Dionysia Mayang Rintani |
KOMENTAR