Ibunda AK: JIS Tidak Kooperatif

By nova.id, Senin, 28 April 2014 | 10:24 WIB
Ibunda AK JIS Tidak Kooperatif (nova.id)

TabloidNova.com - Ditemui usai mendatangi kantor Unit Pelayanan Perempuan dan Anak Polda Metro Jaya, TP, ibunda AK (5), korban kekerasan seksual di Jakarta International School (JIS), mengatakan bahwa dirinya masih yakin jumlah tersangka akan bertambah.

"Siapapun bisa jadi pelaku. Apalagi mereka geng, mungkin bisa lebih jumlahnya," ungkapnya.

TP beralasan, "Sebetulanya ada korban lain tapi takut lapor ke polisi. Alasan mereka takut karena mereka warga negara asing. Padahal saya sudah bilang mereka akan dilindungi sama seperti saya," terangnya.

Sayangnya, kebanyakan keluarga korban adalah warga negara asing yang tidak mengikuti pemberitaan di media lokal. Akibatnya, "Mereka enggak baca berita ini. Lagipula kebanyakan mereka adalah warga negara asing yang enggak bisa membaca berita berbahasa Indonesia," imbuh TP.

Sejak kasus ini merebak, TP mengaku sempat dihubungi beberapa orangtua murid yang juga mengalami kekerasan seksual seperti AK. "Ada yang konsultasi tapi semua pada mundur enggak tahu kenapa. Setelah ketemu dengan JIS, mereka mundur."

Tidak seperti pernyataan JIS bahwa pihaknya akan berkoordinasi dan kooperatif dengan pihak terkait demi menuntaskan kasus ini, TP justru menganggap JIS tidak kooperatif. "Sekolah tidak kooperatif dan tidak pernah menghubungi saya," aku TP, yang mengenal baik orangtua korban kedua yang sudah mendatangi Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) beberapa waktu lalu.

Bahkan, menurutnya tidak ada satu pihak pun dari sekolah seperti walikelas dan asisten guru yang datang untuk meminta maaf. Padahal, TP menilai pihak sekolah telah lalai sehingga kasus kekerasan seksual ini terjadi. "Apa gurunya tidur? Asisten guru bilang bahwa murid-murid hanya diberikan waktu 5 menit untuk ke toilet, lebih dari itu akan dicari. Mana buktinya?"

Menurut TP, untuk berjalan dari kelas ke toilet pergi dan pulang butuh waktu agak lama. Belum lagi ketika para pelaku melakukan tindakan kekerasan itu kepada murid. Setiap melakukan tindakan pelakunya lebih dari satu orang. Logikanya, tidak mungkin anak berada di dalam toilet hanya 5 menit.

"Mengapa enggak ada guru yang mencari anak saya?" tanyanya.

Edwin Yusman