NOVA.id - Vina Kasim adalah salah satu perempuan yang nampaknya berhasil mematahkan stigma stereotip mengenai permasalahan yang selalu saja berhenti di satu bidang, jurusan, dan gender.
Vina berhasil membuktikan bahwa bidang yang didalaminya ketika kuliah, belum tentu diteruskan hingga ke pekerjaan.
Justru kini Vina Kasim malah berhasil di bidang yang cukup segan disentuh oleh kebanyakan perempuan, yakni teknologi.
Ya, Vina bukanlah sarjana IT, justru ia mengemban ilmu ekonomi saat duduk di bangku kuliah.
Dia pun tak pernah membayangkan kalau kini menuai kesuksesan besar dan bertahan di bidang teknologi.
“Kalau masuk IT mikirnya jadi engineer, kebayangnya pekerjaan seperti itu. Pekerjaan berat, ngitung-ngitung, dan saya juga tahunya server yang besar-besar, mainframe."
"Jadi saya tidak tertarik pada saat itu. Itu juga alasan kenapa milihnya ekonomi, enggak milih IT,” ungkap Vina saat berbincang santai dengan NOVA di kantornya, IBM Indonesia, Jakarta.
Baca Juga: Perempuan Inspiratif NOVA 2011 Gelar Donor Darah dalam Rangka HUT RS Mojosongo Group ke-18
Namun, pemikiran tersebut berubah di tahun terakhir masa perkuliahannya, tahun 1994-1995.
Saat itu Vina merasa ia memiliki cukup waktu luang sambil mengerjakan skripsi dan melakukan research kecil mengenai pekerjaan yang cocok untuknya.
“Saya pilih asisten dosen di lab komputer, karena pada saat itu saya bandingkan dengan asisten lab akuntansi lebih gede bayarannya jadi asisten lab komputer. Ujung-ujungnya duit,” katanya tertawa.
Dari sanalah, Vina seakan menemukan tools-nya dalam ketertarikan di dunia teknologi.
“Part of IT itu yang saya manfaatkan."
"Saya ngajar mahasiswa lain gimana caranya menganalisa pakai spreadsheet karena dulu belum ada coding. Saya ajarkan tools-nya seperti apa. Ya, jadi yang itu bikin saya tertarik.”
Teknologi Beri Dampak
Bukan sekadar masalah penghasilan, nyatanya ada hal berharga yang bisa ibu dua anak ini ambil usai menjadi asisten dosen di lab komputer.
Di sana ia justru melihat peluang emas yang sekarang memang memberikan dampak besar pada perubahan zaman.
“IT itu dinamis dan dia itu bisa make impact, bisa membuat perubahan, jadi enggak statis.
"Kayak sekarang mobility atau sekarang dengan digitalisasi itu jadi distracter dan bisa mempermudah hidup orang banyak. Memberikan kebaikan,” tuturnya.
Beruntung Vina mencoba keluar dari zona nyamannya.
Baca Juga: Perempuan Inspiratif Pilihan NOVA 2019: Ingin Jadi Dokter, Astri Wahyuni Malah Bergelut di Tokopedia
Berani belajar dan membuka peluang untuk dirinya sendiri hingga lolos menjadi pegawai kontrak di International Business Machines (IBM) Indonesia pada tahun 1995.
Kini 24 tahun sudah Vina bergelut dengan dunia teknologi hingga berhasil menduduki posisi Country Marketing Leader IBM Indonesia.
“Tentu saja ada kesulitannya, misalnya memahami produk itu sendiri gitu. Apalagi pada saat awal saya baru masuk. Kan saya di bagian produk, dulu megangnya AS400, hardware."
Baca Juga: Perempuan Inspiratif Pilihan NOVA 2019: Perjuangan Sari Chairunnisa Turut Besarkan Nama Wardah
"Saya enggak ngerti sama sekali. Apa sih ini, buat apa. Tahunya kan pake PC aja zaman dulu. Saya enggak ngerti sama sekali. Sampai butuh waktu 3 tahun untuk adaptasi,” kisahnya.
Walau begitu, lulusan Universitas Trisakti ini selalu memegang keyakinan yang selama ini ia terapkan di kehidupannya dan diaplikasikan pada kedua putrinya.
Keyakinan itu adalah terus belajar, jangan merasa cukup, jangan sombong, dan tidak pernah malu untuk bertanya.
“Saya selalu bilang ke anak-anak saya ‘Kamu tuh harus belajar. Jangan merasa diri kamu udah cukup. Tetap harus belajar, walaupun menurut kamu sama, pasti ada hal yang lain yang bisa dipelajari’. Semangat itu juga yang sampai sekarang masih saya terapkan,” kata Vina.
Baca Juga: Kisah Dr. Louise, Perempuan Inspiratif NOVA Terjun Langsung untuk Kurangi Stunting di Indonesia
Pernah Merasa Tertekan
Bicara soal perempuan dan kemerdekaan, Vina bersyukur bisa mendapatkannya dalam bentuk derasnya dukungan dari keluarga.
Khususnya dari sang suami.
Karena memang dari awal mereka berdua sudah berkomitmen untuk saling memberikan dukungan satu sama lain dan membicarakan segala sesuatu sebelum membina rumah tangga bersama.
“Mendapatkan blessing dari suami untuk kita terus bekerja juga something karena enggak semua orang bisa dapat.
"Waktu saya ngobrol (dengan perempuan lain -red.) juga enggak semua begitu. Ada yang enggak boleh, menahan dan segala macam,” jelas Vina.
Tempatnya bekerja saat ini pun sangat ramah pada perempuan dan selalu memenuhi hak-hak perempuan.
Tak melihat gender, namun melihat kemampuan.
Jika begitu, apa Vina pernah merasa tertekan?
“Saat itu bukan dari sisi kerjaan tapi sebagai seorang wanita yang punya dua anak.
"Saat saya baru punya anak, itu menjadi saat yang sulit untuk ngebagi antara waktu bekerja sama rumah karena dua-duanya harus jalan. Lumayan stres,” tuturnya.
Baca Juga: 5 Hal Ini Perlu Kita Tahu Soal Pekerjaan di Masa Depan, Apa Saja?
Namun, ia terbantu dengan komitmen yang ia bangun.
Kini anak pertamanya sudah berusia 23 tahun dan anak keduanya sudah 15 tahun.
Selama itu pula, Vina bisa konsisten pada pekerjaan dan rumah tangganya.
“Biasanya waktu anak masih kecil kalau libur sering juga saya ajak ke kantor. Biar tau ibunya bekerja tuh seperti apa, supaya bisa bayangin.
"Dan saya juga memicu agar mereka menjadi perempuan yang mempuni. Perempuan bisa bekerja dan mandiri,” ucap Vina yang kedua anaknya perempuan.
Walau begitu, faktanya dari dulu Vina memang tidak memiliki cita-cita signifikan yang harus dikejar.
“Kalau ditanya cita-cita, dulu cuman pengin punya duit aja, pengin mandiri. Tapi sekarang saya pengin berguna buat orang lain,” tutupnya sambil tersenyum.
Hebat, ya! (*)
Source | : | Tabloid Nova |
Penulis | : | Siti Sarah Nurhayati |
Editor | : | Indira D. Saraswaty |
KOMENTAR