NOVA.id - "Aku beneran lagi gencar menerapkan body positivity banget, makanya kalau orang bilang aku gendut ya, aku enggak apa-apa, ini diri aku.
Malah ucapan itu bikin aku termotivasi untuk makan makanan yang aku mau.
Sering juga aku self reward beli kopi literan, makanan enak, dan belanja online, karena, ya sudah, aku menerima diriku apa adanya, soalnya, aku enggak mau kurus gara-gara dengerin omongan orang lain."
Baca Juga: Cover Tabloid NOVA Terbaru: Marshanda Buka-bukaan Soal Bentuk Tubuhnya dan Cintai Diri Sendiri
Ucapan itu terdengar lugas dari Chika (nama samaran), salah satu Sahabat NOVA yang kami wawancarai.
Kedengarannya bagus ya, dia memberikan kepercayaan dan afirmasi positif pada dirinya sendiri, tapi terasa ada yang kurang pas.
Kok, kata “menerima” dimaknai dengan bebas minum kopi literan, makan makanan enak, dan belanja online.
Baca Juga: Unggahan Tara Basro Gaungkan Body Positivity, Ternyata Konsep Ini Bikin Hidup Jadi Lebih Positif
Tampaknya, Chika memahami body positivity dengan cara yang bertolak belakang.
Saat ditanya mengenai pemahaman body positivity, dia bilang bahwa seruan itu hanya sebagai pengingat penerimaan diri saja tanpa ada usahanya.
Dia seakan menelan mentahmentah body positivity dengan asumsi yang salah hingga berbalik jadi toxic positivity.
Baca Juga: Anak Dibully Temannya, Ini Saran dari Psikolog untuk Orangtua
Misalnya berdalih untuk self reward, sebenarnya malah mendukung kebiasaan buruk seperti compulsive buying hingga tidak ada kesadaran merawat dan menghormati diri sendiri, yang disembunyikan di balik kata body positivity.
Padahal kan body positivity sendiri bukan sekadar berfokus pada bentuk dan ukuran tubuh.
Banyak aspek lain yang juga turut hadir di dalamnya.
Baca Juga: Keriting Itu Cantik! Yuk, Ikut Gerakan Kriwil.id Biar Kamu Makin PD
Jangan sampai kita hanya menentang standar kecantikan yang tidak realistis tapi malah mengabaikan faktor kesehatan fisik juga mental yang merupakan bagian dari tubuh, hingga berakhir jadi racun.
Apakah Sahabat NOVA yakin jika tubuh kita mengalami obesitas, kita hanya akan menerima tubuh dan mempertahankan tubuh yang enggak sehat itu?
Setidaknya kalau sudah menghormati diri sendiri.
Baca Juga: Keriting Itu Cantik! Yuk, Ikut Gerakan Kriwil.id Biar Kamu Makin PD
Kan kita bakal berusaha membuatnya menjadi lebih baik lagi.
Memang apa, sih, sebenarnya toxic positivity itu?
Berikut ulasannya dari Psikolog Klinis Reynitta Poerwito dan Pendiri Body Positivity Indonesia Floranita Kustendro.
Baca Juga: Tanpa Disadari, Ternyata 5 Kalimat Ini Mengarah pada Body Shaming
Apa itu toxic positivity?
Reynitta: Istilah toxic positivity adalah konsep mengeneralisasi perasaan positif dan bahagia.
Sehingga di setiap keadaan kita selalu memaksakan diri untuk terus berpikir positif dan menyembunyikan perasaan negatif tentang diri kita.
Kita sama sekali tidak memvalidasi perasaan negatif, kesedihan, dan kekecewaan, hingga akhirnya jadi racun.
Baca Juga: Jadi Brand Ambassador Produk Kecantikan, Itzy Kampanyekan Self-Love
Dalam kata lain, kita seharusnya juga menerima perasaan negatif, ya?
Reynitta: Sebaiknya emosi negatif itu harus kita terima dan divalidasi.
Sebab kalau kita menyembunyikan emosi, ke depannya akan menjadi beban atau tekanan.
Tekanan itu akan merusak fungsi mental kita setiap hari.
Baca Juga: Di Tengah Pandemi, Yuk Tetap Sayangi Diri Sendiri dengan 4 Cara Ini
Karena ketika menyembunyikan beban dan kemarahan, kalau enggak dikeluarin bisa mengganggu fungsi keseharian kita dalam mental maupun fisik.
Kalau kita bisa mengeluarkannya akan lebih sehat, bukan buat mental aja tapi buat fisiknya kita juga.
Yang toxic justru ketika kita berpura pura positif padahal diri kita sedang perang emosi.
Baca Juga: Women's Week 2021 Sukses Digelar, Jadi Wadah Inspiratif Bagi Perempuan
Berpikir baik-baik saja, padahal sedang menemui ketidaknyamanan.
Jadi enggak perlu banget selalu positif tentang tubuh kita, kayanya enggak mungkin banget.
Kalau kita merasa, Aduh kayanya aku kurang ini, kurang itu, mending menghargai tubuh dengan dibarengi usaha atau olahraga.
Baca Juga: Pergi Keliling Dunia untuk Kebahagiaannya Sendiri, Luna Maya: Enggak Ada yang Dikabarin Juga kan
Jika demikian, apa saja tanda ketika kita sudah terjebak dalam toxic positivity
Reynitta: 1. Tak jujur dengan diri sendiri dan memperlihatkan bahwa kita selalu berpikir positif dan baik-baik saja.
2. Menerima apa adanya tapi egois dengan diri sendiri hingga menjadi tak sehat.
3. Mencoba mengabaikan emosi negatif.
Baca Juga: Bukan Pertanda Kesepian, Makan Sendirian Bisa Bikin Bahagia, lo!
4. Merasa bersalah saat bersedih.
5. Merasa malu saat tertekan.
Lantas, apa bahaya toxic positivity?
Baca Juga: Jangan Pernah Kasih Panggung Bagi Pelaku Body Shaming, Ini Alasannya
Floranita: Kalau hanya menerima diri dengan pikiran positif tanpa mau berusaha lebih, tentu sangat berbahaya.
Misalnya kita ikut menggaungkan body positivity tapi kita nyerah dengan keadaan dan menerima diri kita apa adanya, tanpa berusaha jadi lebih sehat.
Misalnya, ada orang kurus sampai menderita anoreksia, tinggal kulit membungkus tulang.
Baca Juga: Pahami Soal Body Shaming Lewat Film Terbaru Ernest, Imperfect
Lalu kehilangan nafsu makan sampai lemas, tapi dia hanya menerima saja.
Akhirnya apa? Bukannya menjadi sehat, justru organ tubuh rusak dan jadi tidak seimbang.
Kan, itu bahaya.
Baca Juga: Berkaca dari Film Imperfect, Body Shaming Bisa Terjadi Tanpa Disadari!
Reynitta: Yang aku sering temui di poli psikologi itu biasanya toxic positivity berhubungan dengan kecemasan.
Kecemasan itu kalau penyakit fisik larinya ke gerd atau asam lambung, sesak napas, migrain, sakit perut misalnya diare.
Kalau mental, tergantung diri kita, bisa jadi sampai mental breakdown.
Baca Juga: Body Shaming: Serangannya Perlahan Namun Bisa Sangat Mematikan
Bagaimana cara agar kita terhindar dari toxic positivity?
Floranita: Alangkah lebih baik menerima diri sendiri dengan diimbangi kesadaran untuk menjadi versi terbaik diri kita.
Nah, ini bisa didapatkan setelah kita menerapkan konsep body positivity yang benar, bukan yang salah kaprah itu.
Reynitta: Fokus pada hal-hal yang membuat kita merasa lebih baik tentang tubuh yang kita miliki sekarang.
Baca Juga: Self-Acceptance by #88LoveLife Ungkap Sisi Lain Diana Rikasari
View this post on Instagram
Tunjukkan rasa hormat untuk tubuh kita.
Caranya bisa dengan memakan makanan sehat, jurnaling, atau olahraga.
Selain bisa membantu kita merasa kuat dan bersemangat, hal itu juga bisa membuat pikiran kita jadi lebih segar.
Jangan lupa, carilah hal-hal yang membuat kita nyaman juga.
Dapatkan pembahasan yang lebih lengkap dan mendalam di Tabloid NOVA.
Yuk, langsung langganan bebas repot di Grid Store.(*)
Penulis | : | Siti Sarah Nurhayati |
Editor | : | Dionysia Mayang Rintani |
KOMENTAR