NOVA.id – Tulisan Konsultasi Psikologi ini merupakan surat kiriman pembaca NOVA yang dijawab oleh psikolog Rieny Hassan.
Tidak ada tanda-tanda bahwa dia meremehkan saya, akan tetapi rasanya seperti hidup di dunia masing-masing.
TANYA
Selamat siang Bu Rieny,
Saya seorang pria, usia 27 tahun. Tahun lalu saya menikah dengan orang sekantor, beda divisi, tapi jabatannya lebih tinggi dari saya. Karier kami cukup mapan.
Walau pacarannya tidak lama (cuma setahun), kami sudah kenal lumayan lama.
Dua bulan setelah menikah, saya mulai merasa ada yang salah. Istri saya, masakannya amat sangat tidak enak. Levelnya sampai tidak bisa saya cicipi lagi, mesti telan atau dorong pakai air.
Anehnya, istri saya sendiri makan menu yang sama dan biasa saja memakannya.
Baca Juga: Konsultasi Psikologi: Lagi, Aku Lihat Ayah Bermesraan Masuk Apartemen
Dalam empat bulan, saya sudah turun berat 7 kilogram, Bu.
Saya bertahan dengan makan di kantin kantor atau diam-diam memakan pemberian teman yang tidak tega melihat saya menjadi kurus begini.
Lewat teman yang sama, saya jadi tahu kalau istri saya ternyata…
Lewat teman yang sama, saya jadi tahu kalau istri saya ternyata mengonsumsi semacam obat penenang yang cukup keras.
Sejak sebelum menikah, istri saya sering konsultasi ke psikolog atau psikiater, pokoknya dari situlah dia dapat obat yang saya maksud.
Istri saya sepertinya mulai keteteran karena kerjaan di kantor, Bu.
Atasan langsungnya, bahkan tanpa info dari pihak ketiga pun saya tahu, orang yang sangat seenaknya.
Kalau ada kesalahan, selalu anak buah yang disalahkan—dalam hal ini istri saya sering sekali kena.
Baca Juga: Konsultasi Psikologi: Suami Cacat, kok, Istri Malah Keluyuran
Lalu, belum lagi mertua saya yang sepertinya, kok, sering sekali “nagih” kiriman tiap kali gajian.
Saya juga masih mengirim uang ke orang tua. Tapi kalau memang sedang tidak bisa, ya saya tidak kirim dan orang tua untungnya juga paham dan tidak protes.
Mungkin karena sudah tersugesti oleh info dari rekan sekantor tentang istri, saya jadi makin lama makin ilfil. Bagaimana kalau masih harus lebih lama hidup seperti ini?
Tidak ada tanda-tanda bahwa dia meremehkan saya, akan tetapi juga rasanya seperti hidup di dunia masing-masing.
Kami jarang beraktivitas bareng, apalagi makan malam keluar bersama.
Setelah mengurus saya seadanya, ia…
Setelah mengurus saya seadanya, ia langsung tidur dan sangat nyenyak sehingga mau membangunkan pun, tidak tega. Bagaimana ya, Bu, perkawinan seperti ini?
Tidak ada yang selingkuh, tetapi serasa terjebak dalam situasi yang sungguh tak nyaman. Inginnya pulang ke rumah itu benar-benar merasa nyaman. Mohon saran Bu Rieny.Terima kasih.
Kusmanto – di X
JAWAB
Bapak Kusmanto Yth,
Terima kasih sudah berbagi dengan saya, sehingga pembaca NOVA juga bisa memetik manfaat dari masalah yang terselubung dalam masalah ini.
Seperti bawang merah yang berlapis-lapis umbinya, menurut saya inti masalah pada istri Anda adalah tidak terbukanya mengenai masalah psikologis yang menderanya selama ini.
Baca Juga: Mendadak Aku Insecure, Apakah Suamiku Membutuhkan Aku dan Anak-Anak?
Tak Bisa Menutup “Lubang”
Bisa jadi ia tak bermaksud menyembunyikannya dari Anda, karena berasumsi bahwa setelah berobat ke psikiater, selama minum obat, dia tetap bisa berada dalam keseimbangan emosi, pikiran, dan perbuatan.
Istri Anda lupa, bahwa di beberapa titik, ia tetap saja tak bisa menutup “lubang” yang ditimbulkan oleh apa yang ia sandang selama ini.
Terpikir oleh saya, indra perasa istri Anda…
Terpikir oleh saya, indra perasa istri Anda menjadi turun kepekaannya. Lalu kelelahan pulang kantor dan masih harus memasak, membuat hasil masakannya kacau seperti itu.
Pada lapis berikutnya, adalah masalah-masalah yang Anda rasakan juga.
Mertua yang menjadikan anaknya sebagai ATM sepanjang masa, sebenarnya, kan, dapat diangkat menjadi topik bahasan, ya, kalau saja sudah terbangun kedekatan suami-istri.
Sehingga masalah ngobrol bareng—atau bahasa kerennya komunikasi—sudah bisa teratasi.
Baca Juga: Konsultasi Psikologi: Anakku Menuduh Eyangnya Pedofil, Apa yang Salah?
Membangun Keintiman
Bagaimana kalau mulai dari ini saja dulu? Mas Kusmanto-lah yang sangat saya anjurkan untuk membangun keintiman.
Jangan bilang tidak bisa, ya. Coba dulu, bahkan bila awalnya ada penolakan, jangan bawa ke hati.
Pastikan hati Anda teguh bahwa ini adalah demi kebaikan bersama. Maka, rasa malu, gengsi, apalagi marah harus disimpan rapat-rapat dulu.
Mulai deh dengan topik-topik ringan yang seingat Anda waktu pacaran dulu bisa bikin ketawa bareng.
Bikin dia nyaman dulu bersama Anda. Misalnya, coba mengelus tanpa tanda-tanda ingin minta “dilayani”, memijit tengkuknya, atau mengelus rambut. Pendek kata menyentuh, kalau ditolak senyum saja, tapi coba lagi.
Kalau ia mengatakan dia tak nyaman,…
Kalau ia mengatakan dia tak nyaman, segera sambar dengan pertanyaan, ”Kalau saya ingin membuatmu nyaman, katakan, dong, apa yang harus saya lakukan?”
Kalau dia katakan, “Jangan dekat-dekat,” maka Anda boleh katakan bahwa justru karena Anda ingin dekat-dekat terus, maka Anda lakukan ini.
Baca Juga: Konsultasi Psikologi: Anakku Malu dengan Ayahnya yang Tidak Keren
Pikirkan Ide Kreatif
Bila hambatan yang muncul dari keterasingan ini mulai teratasi, maju selangkah lagi, Mas.
Misalnya, Anda beli rendang dua potong dengan banyak bumbu, lalu saat pulang, dengan ringan katakan ke istri, “Ceplok telur saja, say, aku tadi beli telur dan minta ketimun di warung padang.”
Bila istri protes, “Buang-buang uang,” Anda usaha lagi dengan mengatakan, “Menyenangkan lidah istri dan saya sendiri sekali-sekali, boleh, kan?”
Semoga lancar, Mas, asalkan Anda selalu pikirkan ide kreatif. Untuk itu, istri harus merasakan bahwa Anda memang menginginkannya.
Masuk ke Inti
Setelah lebih nyaman, Anda boleh masuk ke inti masalah, mencari tahu tentang penyakit yang pernah diderita sehingga ia masih harus rutin minum obat.
Katakan saja, “Mas akan ingatkan kamu untuk minum obat.”
Sudah, sampai situ…
Sudah, sampai situ dulu, biarkan berproses di dalam diri istri, sehingga ia nyaman mengakui apa yang diderita selama ini.
Bagus sekali kalau dia sampai mau mengajak Anda menemui psikiaternya sehingga bertiga bisa bekerja sama untuk kesembuhan istri.
Saya optimis, Anda akan cepat bisa mengatasi ini. Yang penting percaya bahwa tempat Anda adalah di sebelah istri dan juga percaya bahwa semua masalah pasti ada solusinya. Karena komitmen perkawinan, kan, tidak goyah.
Dicoba, ya, Mas. Ayo, kita tetap berhubungan ya, saya siap menjadi pendengar Anda.(*)
(Bila Anda ingin berkonsultasi dengan psikolog Rieny Hassan, silakan kirimkan kisah Anda ke email nova@gridnetwork.id dan tuliskan “Konsultasi Psikologi” pada subjek email. Tuliskan juga nama–boleh nama samaran–dan kota domisili Anda.)
Atlet New Balance Triyaningsih Berhasil Taklukan Kompetisi TCS New York City Marathon 2024
Penulis | : | Made Mardiani Kardha |
Editor | : | Made Mardiani Kardha |
KOMENTAR