Belajar Membuka Diri
Nah, sebagai Lestari, mengapa Anda tidak membuka diri dan membiarkan W tahu seberapa sukanya Anda pada dia?
Kalau dua-duanya sama pemalu, tak pandai “menjajakan isi hati”, yang terjadi hanyalah tunggu-menunggu saja. Tak akan terjadi transaksi.
Tragisnya, selalu saja ada orang lain yang lebih agresif menjajakan dirinya. Ini, lho, aku. Aku bisa, kok, bikin kamu happy.
Dan saat keduanya “jadian” acapkali bukan karena cinta yang menggebu, melainkan karena sudah tak ada asa lagi untuk menjelajahi dunia cinta.
Bila lanjut ke nikah, kalau toh tetap bersatu, pasti karena keduanya lalu lebur dalam ksepakatan bahwa kalau sudah nikah, ya, harus berkomitmen.
Nah, belajarlah untuk nyaman membuka diri. Lebih intens bergaul, ngobrol tentang apa saja sambil belajar untuk berempati pada orang, memuji orang, bertanya tentang apa yang jadi ciri orang ini.
Orang yang merasa diperhatikan, tanpa dicampuri urusan pribadinya, akan nyaman bergaul dengan Anda.
Kalau orang yang benar-benar bisa jadi teman—bukan sekadar kenalan—makin banyak, Anda akan mahir mengenali tanda-tanda yang dikirimkan orang itu ke lingkungan, termasuk ke Anda.
Karena, hanya dengan “terjun” ke pergaulanlah, Anda akan kenal macam-macam karakter mereka. Ini berlaku juga buat pemahaman Anda terhadap W.
Jangan Terpaku pada W
Baca Juga: Konsultasi Psikologi: Lagi, Aku Lihat Ayah Bermesraan Masuk Apartemen
Jangan Terpaku pada W
Kalau titik perhatian Anda hanya di W, lama-lama Anda tak mampu lagi membedakan, ia sedang mengekspresikan perasaan dirinya tentang Anda, atau Anda malah sedang melihat fatamorgana—tiada tetapi seperti ada.
Kalau ini yang terjadi, peluang untuk berdarah-darah di hati akan makin besar karena jangan-jangan Anda bertepuk sebelah tangan.
Jalani dulu deh saran saya, kurangi kecenderungan sensi, biasakan mengungkapkan isi hati, pedulilah pada orang lain, dan jujur dalam berekspresi.
Hasilnya adalah saat di mana Anda merasa bahwa berinteraksi dengan banyak orang itu menyenangkan, kok.
Kalaupun berbeda, ya, kita perlu belajar untuk nyaman dalam perbedaan.
Sambil, tetap mengingat bahwa diri sendirilah sumber dari segala hal yang terjadi pada diri kita. Orang lain kebanyakan hanya merespons apa yang kita kirimkan sebagai stimulus padanya.
Keraguan Anda akan perasaan Anda sendiri pada W, tidak kunjung memberikan Anda kepastian soal apakah W ada hati atau tidak pada Anda.
Karena, saya yakin ia juga bingung, si Mbak Cantik ini ada hati atau tidak, sih, ke saya? Dicoba, ya. Salam hangat.
(Bila Anda ingin berkonsultasi dengan psikolog Rieny Hassan, silakan kirimkan kisah Anda ke email nova@gridnetwork.id dan tuliskan “Konsultasi Psikologi” pada subjek email. Tuliskan juga nama–boleh nama samaran–dan kota domisili Anda.)
Penulis | : | Made Mardiani Kardha |
Editor | : | Made Mardiani Kardha |
KOMENTAR