Lalu?
Saya putuskan untuk tetap berdagang batik di rumah. Tiap hari makin banyak tetangga dan pelanggan datang membeli batik, sampai istirahat saya terganggu dan anak-anak saya, M. Rio Rahmana (15) dan M. Andri Fakhriputra (14) tidak leluasa lagi bermain, karena rumah penuh batik dan tamu. Tahun 1997 saya mencicil toko di dekat rumah. Saya juga membina beberapa perajin antara lain dari Pekalongan, Solo, dan Cirebon, serta dibantu seorang sahabat untuk menggambar desain batik yang saya inginkan.
Meski punya keterbatasan, saya ingin agar orang-orang di situ tidak perlu jauh-jauh kalau mau cari batik. Yang penting, saya punya kriteria sendiri untuk batik-batik yang saya jual agar tetap berkualitas, baik dari sisi corak dan pemilihan warna yang tidak terlalu ramai, maupun model. Jadi, pemakainya terkesan elegan. Saya memang mengambil segmen pasar kalangan menengah. Alhamdulillah, makin hari makin diminati orang.
KOMENTAR