Tak mudah mengajarkan si kecil menggunakan toilet atau pispot. Anda harus panjang sabar. Pemaksaan hanya akan menghambat proses belajar dan berdampak pada perkembangan kepribadiannya.
"Sejak Dinda umur 1,5 tahun, saya sudah mengajarkannya pipis atau pup di pispot. Tapi sampai sekarang, umur 2 tahun, Dinda masih sering pipis atau pup di celana. Atau, jika saya lihat kira-kira dia mau pipis, langsung saya ajak ke pispotnya, tapi dia suka menolak. Jika saya paksa, dia malah menangis. Ya, sudah, terserah dia saja," tutur ibunda Dinda.
Memang, tak mudah mengajarkan batita menggunakan pispot atau toilet saat ia ingin buang air kecil/besar. Sebab, pengendalian buang air besar/kecil sangat bergantung pada kesiapan anak. Yaitu, kematangan otot-otot fisik dan motorik di daerah anus dan kandung kemih. "Dari segi perkembangan, umumnya anak usia 2-3 tahun sudah cukup matang untuk menahan dan mengendalikan buang air besar atau kecil," kata Zahrasari Lukita Dewi, S.Psi. atau yang akrab disapa Zahra, dosen pada Fak. Psi. Universitas Atma Jaya, Jakarta.
Kendati demikian, tak berarti Anda harus menunggu sampai si kecil usia 2-3 tahun. Para ahli berpendapat, sejak usia 18 bulan, anak sudah bisa diajar menggunakan toilet/pispot. Nah, bila si kecil sudah menunjukkan sinyal-sinyal keadaan siap, langkah pertama yang bisa kita lakukan ialah membiasakannya dengan pispot/toilet. Jelaskan padanya, untuk apa pispot/toilet dan bagaimana Anda mengharapkan ia untuk menggunakannya. Lakukan ini sampai Anda merasa ia mengerti tentang apa yang Anda katakan.
Langkah berikut, dorong ia duduk di pispot/toilet sekurang-kurangnya tiga kali sehari, terutama sekali setelah waktu makan. Ia tak dapat memperoleh pengendalian buang air besar/kecil sampai ia mampu duduk di pispot/toilet untuk beberapa menit.
Tapi Anda jangan mengharap si kecil langsung mau menggunakan toilet/pispot saat ia ingin buang air. Anda akan sering menerima penolakan-penolakan darinya. Boleh jadi, Anda akan dibuat senewen saat mengajarkannya menggunakan toilet/pispot. "Banyak orangtua bilang, ini adalah saat paling berat," ujar Zahra.
Jika itu yang terjadi, Anda tak perlu marah. Apalagi memaksa saat si kecil menolak. Boleh jadi Anda terlalu tergesa-gesa. Si kecil belum waktunya buang air, tapi Anda sudah mendudukkannya di pispot. Jelas ia menolak. "Orangtua harus peka, kira-kira jam berapa biasanya anak pup, berapa kali sehari ia biasanya pipis atau pada jam berapa diapers-nya harus diganti. Jadi, pelajari jam biologisnya," nasehat Zahra.
MENANAMKAN KEBIASAAN
Kadang, meski si kecil sudah menunjukkan kemauan menggunakan toilet/pispot, "kecelakaan" tetap terjadi. Misalnya, ia bilang mau buang air kecil, tapi ternyata tidak. Baru beberapa saat berselang, eh, dia pipis di celana! Menghadapi situasi seperti ini, jangan marah. "Dalam proses, semuanya tentu tak akan lancar dalam waktu seketika. Itu lumrah, kok," kata Zahra. Tapi jika kita terus-menerus memberikan pola yang tetap, anak pun akhirnya akan mengikuti pola tersebut. "Bila orangtua konsisten mengajarkan, akhirnya anak akan mengerti bahwa jika pipis, harus di kamar mandi, misalnya," sambung Zahra.
Yang penting dalam pembelajaran ini, tekan Zahra, ialah menanamkan kebiasaan pada anak. Misalnya, tiap jam enam pagi si kecil didudukkan di pispot. "Orangtua harus memberikan satu pola yang sifatnya rutinitas pada anak untuk masalah kapan buang air besar. Untuk buang air kecil mungkin kita bisa kira-kira. Kalau dia sudah minum banyak, misalnya, berarti tak lama lagi ia akan pipis. Atau, anak lelaki akan mulai memegang-megang penisnya kalau mau pipis. Biasanya anak-anak kelihatan, kok, jika mereka menahan pipis," terang Zahra.
Hanya saja, Zahra mengingatkan, kita jangan terlalu kaku atau strict. "Misalnya, tiap 2 jam sekali, anak harus ke kamar mandi. Atau orangtua selalu menekankan, tinja atau air seni itu kotor, bau, harus dibuang," tuturnya. Bila orangtua terlalu mengkondisikan hal itu sebagai sesuatu yang tegang atau tugas berat, maka anak menjadi takut. "Bahkan bisa terjadi, yang tadinya anak sudah mau mengeluarkan kotorannya, jadi tertahan lagi," jelas Zahra. Atau sebaliknya, kita terlalu membebaskan anak, ia boleh buang air di mana saja dan kapan saja. Dalam hal ini, kita pun berarti tak mengajarkannya soal kebersihan.
Nah, pada anak-anak yang demikian, kata Zahra, setelah besar nanti ada kecenderungan pola tingkah laku yang relatif sama. "Anak-anak yang dididik terlalu kaku, nantinya akan menjadi orang yang sangat obsesif terhadap kebersihan. Misalnya, sebentar-sebentar cuci tangan, atau kotor sedikit langsung dibersihkan, dan sebagainya. Mereka juga akan terlalu disiplin terhadap rutinitas, tak bisa fleksibel," jelas lulusan Fakultas Psikologi Universitas Padjajaran, Bandung ini.
Sebaliknya, anak yang terlalu dibebaskan akan berkembang menjadi orang yang jorok dan tak mengenal disiplin. Susah-susah gampang, ya? Tapi di situlah "seni"nya mendidik si kecil!
Ia Siap Belajar Menggunakan Toilet Bila :
1. Ia bisa "kering" selama 1-2 jam di siang hari dan kadang bangun dari tidur siangnya dalam keadaan "kering".
2. Buang air besarnya terjadi pada waktu yang hampir sama tiap hari, mungkin waktu bangun pagi, setelah makan pagi atau siang. Meski pada beberapa anak, pola tersebut tak pernah bisa seteratur ini.
3. Dengan berbagai cara, ia memberi tahu sedang mengalami buang air besar. Mungkin dengan menggumam, mimik wajah tertentu, pergi ke sudut ruangan dan berjongkok, atau mengatakannya secara verbal.
4. Ia merasa terganggu dengan air seni yang mengalir di kakinya, entah dengan memberi komentar atau menunjuk ke arah air seni itu.
5. Ia jadi rewel jika jari atau wajahnya lengket dan lebih rapi dengan mainan-mainannya.
6. Ia tak suka pada celana basah/kotor yang dikenakannya dan ingin segera diganti.
7. Ia juga akan lebih rewel dalam soal bau karena meningkatnya indera penciuman. Ini menyebabkan ia lebih menyadari bau dari celana kotor.
8. Ia memahami perbedaan antara basah dan kering, bersih dan kotor.
9. Ia mengenal kata-kata dalam masalah toilet di keluarganya seperti pipis, pup, i-o dan sebagainya.
10. Ia mengenal nama-nama bagian tubuh yang berhubungan dengan toilet seperti penis, vagina, dubur, dan lainnya.
11. Ia mampu mengkomunikasikan kebutuhannya, mengerti dan mengikuti petunjuk sederhana.
12. Ia lebih suka menggunakan celana biasa, bukan diapers.
13. Ia mulai berminat untuk berpakaian sendiri seperti menarik celana panjang, mengangkat rok, menurunkan celana dan menariknya kembali.
14. Ia ingin tahu terhadap apa yang dilakukan orang lain di kamar mandi, dengan mengikuti orang lain (kakak, orangtua, dan orang dewasa lain) ke kamar mandi, memperhatikan dan atau mencoba meniru mereka.
Bagaimana Mengajarkannya ?
1. Ajak ia melihat Anda menggunakan toilet. Memperhatikan orang lain yang berjenis kelamin sama menggunakan toilet, akan berbicara lebih banyak daripada ribuan penjelasan.
2. Kenakan celana berpinggang elastik pada anak, agar dapat ditarik turun dalam sekejap.
3. Saat Anda melihat tanda-tanda ia akan buang air kecil/besar, tanyakan, "Apakah kamu perlu pergi ke toilet?" Jika ia bersedia, ajak ia ketoilet atau ke tempat pispot diletakkan. (Jika ia lebih sering menjawab "Tidak" atau menggelengkan kepala, lebih baik katakan, "Pispot kamu sudah menunggumu. Ayo kita cepat menemuinya.")
4. Tetap lanjutkan ke toilet/pispot meski ia sudah keburu buang air kecil/besar di perjalanan, agar ia tetap dapat melihat hubungan antara toilet/pispot dengan fungsinya.
5. Jika ia punya keteraturan pola pembuangan (mungkin ia biasa buang air kecil saat terbangun dari tidur siang/malam atau buang air besar setelah sarapan), ajak ia ke toilet/pispot pada saat-saat tersebut. Tapi jangan paksakan jika ia menolak.
6. Jangan atur berapa lama ia harus duduk di pispot/toilet. Ingat, anak usia ini masih sulit mengendalikan tubuhnya. Duduk di pispot/toilet belum tentu berarti ia akan mengeluarkan "produk" pembuangannya. Sampai ia dapat melenturkan otot-otot yang mengendalikan usus besar dan kandung kemihnya sesuai keinginannya, mungkin saja ia mengeluarkan "produk"nya di lantai setelah ia berdiri dari pispotnya.
7. Ajak ia membantu Anda membuang isi pispotnya ke dalam toilet. Jika ia senang menekan tombol air pada toilet untuk membuang isi pispotnya, "tugaskan" ia untuk melakukannya. Bila tidak, biarkan ia meninggalkan kamar mandi.
8. Hargai setiap langkah kemajuannya. Pujilah saat ia "kering" tapi jangan kritik saat ia "basah".
Delapan "Jangan" Yang Harus Diperhatikan Orangtua
1. Jangan berharap terlalu banyak dan terlalu cepat. Anak perlu waktu beberapa minggu untuk menguasai kemahirannya menggunakan toilet. Harapan Anda yang terlalu tinggi dapat menghambat antusiasme anak dan merusak kepercayaan dirinya.
2. Jangan mengomel terus, memarahi, menghukum, atau mempermalukan anak. Tak apa-apa jika ia duduk lama di pispot tapi tak ada hasilnya, lalu berdiri dan mengotori lantai. Atau, menolak ke toilet sebelum bepergian bersama Anda dengan kendaraan lalu membasahi jok mobil dua menit kemudian.
3. Jangan mengurangi minumnya. Sebab, dengan banyaknya cairan yang masuk, makin banyak kesempatan bagi anak untuk belajar menggunakan toilet/pispot dan makin besar kesempatannya untuk berhasil.
4. Jangan paksa anak duduk di pispotnya jika ia menolak atau memaksa tetap duduk saat ia siap berdiri (bahkan jika Anda yakin akan terjadi "kecelakaan"). Selain akan menghambat proses belajarnya, juga dapat membuatnya mengejan terlalu keras, sembelit dan lecetnya dubur.
5. Jangan katakan, "Kamu anak baik!" jika ia berhasil, tapi katakan, "Kamu berhasil melakukannya dengan baik." Jadi, beri komentar pada tindakannya, bukan pada dirinya.
6. Jangan mendiskusikan kemajuan atau kemunduran anak di depannya.
7. Jangan merasa bersalah, apalagi putus asa jika proses belajar penggunaan toilet/pispot berjalan lambat.
8. Jangan membandingkan anak Anda dengan anak lain seusianya yang sudah "pandai" menggunakan toilet/pispot.
Julie Erikania/nakita
KOMENTAR